Jumat, 24 Agustus 2018

Imunisasi di Indonesia

Fase sulit bagi Indonesia!
Tantangan untuk eliminasi campak terbentur mahalnya sebuah "harga diri" yg harus ditebus dengan penolakan memberi perlindungan pada anak sendiri.
Sungguh IRONIS!

Pada era 70-an dan sebelumnya, sangat mudah menjumpai orang lumpuh karena post Polio, penderita TBC di mana2, hampir semua pernah sakit campak dan yg meninggal tdk tercatat banyaknya, penderita difteri di ruang isolasi RS bergiliran menunggu ajal, suara batuk anak2 karena pertusis bagaikan paduan suara miris yg terdengar sepanjang hari, kejang tetanus mengantarkannya ke liang lahat, typhus, kolera tak kalah menakutkan bagi yg ingin umur panjang, penyakit cacar yg membuat bopeng muka juga terjadi di mana2.
Pada era tsb masih sangat sedikit tenaga kesehatan termasuk puskesmas.
Pada akhir 70-an, imunisasi cacar dan kotipa (tipus, kolera, paratipus) mulai diberikan dan di akhir 80-an ke 4 penyakit tsb dinyatakan tdk membahayakan lagi bahkan penyakit cacar berhasil di eradikasi.

Pada era 80-an, Indonesia mulai memperkenalkan vaksin lainnya yaitu BCG unt mencegah menderita Tbc yg berat, Polio untuk mencegah penyakit lumpuh karena Polio, DPT untuk mencegah tertular penyakit difteri pertusis dan tetanus, Campak untuk mencegah penyakit campak.
Pada era ini mulai dibangun banyak puskesmas dan posyandu di setiap desa, dan setelah diberikan penyuluhan masyarakat berbondong-bondong datang ke Posyandu dan Puskesmas rela antri untuk mendapatkan imunisasi. Masyarakat yg membutuhkan untuk diimunisasi!
Dipenghujung era 80-an atau tepatnya pada th 1990, Indonesia dinyatakan telah UCI (Universal Child Immunization), sebuah prestasi yg dihasilkan atas kerjasama antara pemerintah dan masyarakat.

Pada era 90-an sampai 2000, penyakit Tbc, Polio, difteri, pertusis, tetanus, dan campak mulai berkurang jumlahnya dan mulai jarang dijumpai, namun antusias masyarakat untuk imunisasi masih tinggi.

Pada era 2000an hingga sekarang, seiring dengan semakin jarang ditemukan penyakit2 yg dapat dicegah imunisasi karena keberhasilan program imunisasi dan pergantian generasi membuat generasi baru tidak lagi mengenal penyakit Tbc, Polio, difteri, pertusis, tetanus dan campak.
Akibatnya mereka merasa tidak membutuhkan Imunisasi dan dengan berbagai alasan dicari untuk menghindari imunisasi bahkan yg paling ironis ada kelompok yg dengan sengaja menolak Imunisasi dan mempengaruhi masyarakat lain mengikuti ajakannya.

Di era menjelang 2020, sungguh sangat memprihatinkan, fondasi Imunisasi yg dibangun sejak 80-an nyaris roboh, para penggerak ANTI IMUNISASI seolah mendapat angin segar dan support luar biasa dari masyarakat/lembaga yg menolak/menunda imunisasi, entah sengaja atau tidak.
KECEWA? Ya! Inilah kenyataan yang kita hadapi.
MENYERAH? Tidak! Dengan segala upaya mencari celah untuk memahamkan mereka, karena semua ini demi mereka, demi anak2 mereka, demi keturunan mereka.

Apakah program imunisasi ini kebutuhan PEMERINTAH? Pemerintah membuat program Imunisasi ini karena masyarakat membutuhkan perlindungan dari serangan penyakit, meskipun pada era sekarang banyak masyarakat tidak memperdulikannya.

Ingat Penyakit Tbc, Polio, difteri, pertusis, tetanus dan campak belum punah, bibit penyakit masih ada disekitar kita, bahkan sejak 2000 penyakit rubela mulai ditemukan di Indonesia dan menambah deretan ancaman bagi yang belum diimunisasi.
Mereka yg selama ini tidak pernah imunisasi tapi tidak sakit itu sebabkan karena dilindungi oleh sekitarnya yg mempunyai kekebalan karena diimunisasi.

Jika penolakan imunisasi semakin LUAS maka Indonesia akan kembali pada situasi era 70-an.... ditambah dengan penyakit yang muncul kemudian antara lain rubela yg berdampak buruk yaitu sindroma rubela kongenital yang cacat seumur hidup.

PIKIRKANLAH SEKALI LAGI jika anda memilih menjadi bagian orang yang menolak imunisasi atau bagian dari yang memberi dukungan kelompok Anti vaksin secara sengaja maupun tidak sengaja.
Tentu anda dan kita semua tidak rela kembali ke situasi era 70-an, dimana anak cucu dan cicit menjadi korban keganasan penyakit yang kita tahu bisa dicegah dengan IMUNISASI. Alangkah menyesalnya kita!
Belum terlambat! Sekarang ubahlah cara pandang bahwa vaksin kita butuhkan sebelum terlambat anak cucu dan cicit menjadi korban.
Sudah banyak contoh antara lain: bln lalu di Semarang 2 anak kakak beradik meninggal karena difteri , mereka tidak pernah diimunisasi karena orangtuanya menolak imunisasi, KLB difteri di Kalimantan & di Sumatera, masih ingat KLB Campak di Asmat, di Maluku, di Alor yg tidak sedikit jumlah yg meninggal, dan juga KLB Polio yang mengakibatkan 346 anak lumpuh cacat seumur hidup, dan masih banyak lagi...

Berita BBC baru2 ini Negara di Eropa, Negara kaya dan kurang apa bersihnya, jika mengabaikan IMUNISASI tinggal tunggu waktu akan panen penyakit "Re-emerging diseases" antara lain Campak, Rubela, Difteri, Pertusis, Tetanus dan  termasuk juga Polio.
Dalam 6 bln pertama di 2018, sudah 41.000 penderita campak dan 37 meninggal.
Jika hal ini terjadi di Indonesia maka angka kematian bisa mencapai 5-10% karena faktor gizi dan sanitasi lingkungan meningkatkan angka kematian akibat komplikasinya.

Silahkan share jika peduli dan prihatin dengan Program imunisasi di Indonesia yg akhir2 ini ada kecenderungan tidak lagi dipahami sebagai kebutuhan masyarakat oleh masyarakat itu sendiri. MIRIS😭😭😭😭😭

Salam Sehat,
dr. Rusipah

#saveyourchild
#saveindonesianchild

Tidak ada komentar:

Posting Komentar