Krisis energi yang dipicu naiknya harga minyak dunia (pernah mencapai US$ 70/barrel) tak pelak turut menghimpit kehidupan masyarakat berbagai lapisan di Indonesia. Hal ini semakin menyadarkan berbagai kalangan di tanah air bahwa ketergantungan terhadap BBM secara perlahan perlu dikurangi. Buruknya pengaruh pembakaran BBM ke lingkungan juga menjadi faktor pendorong pencarian dan pengembangan energi alternatif non BBM.

Dalam situasi semacam ini; pencarian, pengembangan, dan penyebaran teknologi energi non BBM yang ramah lingkungan menjadi penting, terutama ditujukan pada kalangan miskin sebagai golongan yang paling terkena dampak kenaikan BBM. Salah satu teknologi energi yang sesuai dengan persyaratan tersebut adalah teknologi biogas.
Reaktor biogas bukanlah teknologi baru. Sejak tahun 1970 an, Denmark telah melakukan riset, pengembangan, dan aplikasi teknologi ini; mereka tercatat memiliki 20 instalasi pengolahan biogas tersentralisasi (centralized plant) dan 35 instalasi farming plant (Raven dkk, 2005). China juga telah membangun 7 juta unit reaktor biogas pada tahun 1980 an, sedangkan India juga mencanangkan tak kurang dari 400,000 reaktor biogas pada kurun waktu yang sama (Rahman, 2005).
Dari lamanya pengembangan dan aplikasi teknologi biogas di dunia, dapat dikatakan bahwa teknologi ini sudah cukup mapan dan terbukti dapat memproduksi energi non BBM yang sekaligus ramah lingkungan.
Terdapat beberapa teknologi yang dapat digunakan untuk mengkonversi limbah (organik) menjadi energi, diantaranya: pembakaran langsung, konversi kimia, dan konversi biologi. Diantara teknologi tersebut, biogas (konversi biologi) termasuk teknologi yang memiliki efisiensi tinggi karena residu proses biogas juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk berkualitas tinggi. Tanpa keterlibatan teknologi pengolahan sampah, methana hasil penguraian limbah secara natural akan terlepas (dan mencemari) atmosfer tanpa termanfaatkan (catatan; methana termasuk dalam gas rumah kaca). Dari sudut pandang itulah dapat disimpulkan bahwa teknologi biogas termasuk teknologi ramah lingkungan.
Tulisan ini bermaksud menguraikan prinsip teknologi biogas yang berfokus pada aplikasi skala kecil/menengah yang dibagi menjadi dua bagian. Pada bagian pertama ini difokuskan pada prinsip kerja dan jenis reaktor biogas. Sedangkan pada bagian kedua akan ditulis tentang komponen utama reaktor biogas dan contoh penerapannya secara sederhana.
Prinsip Kerja Reaktor Biogas
Teknologi biogas pada dasarnya memanfaatkan proses pencernaan yang dilakukan oleh bakteri methanogen yang produknya berupa gas methana (CH4). Gas methana hasil pencernaan bakteri tersebut bisa mencapai 60% dari keseluruhan gas hasil reaktor biogas, sedangkan sisanya didominasi CO2. Bakteri ini bekerja dalam lingkungan yang tidak ada udara (anaerob), sehingga proses ini juga disebut sebagai pencernaan anaerob (anaerob digestion).
Bakteri methanogen akan secara natural berada dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga. Keberhasilan proses pencernaan bergantung pada kelangsungan hidup bakteri methanogen di dalam reaktor, sehingga beberapa kondisi yang mendukung berkembangbiaknya bakteri ini di dalam reaktor perlu diperhatikan, misalnya temperatur, keasaman, dan jumlah material organik yang hendak dicerna.
Tahap lengkap pencernaan material organik adalah sebagai berikut (Wikipedia, 2005):
1. Hidrolisis. Pada tahap ini, molekul organik yang komplek diuraikan menjadi bentuk yang lebih sederhana, seperti karbohidrat (simple sugars), asam amino, dan asam lemak.
2. Asidogenesis. Pada tahap ini terjadi proses penguraian yang menghasilkan amonia, karbon dioksida, dan hidrogen sulfida.
3. Asetagenesis. Pada tahap ini dilakukan proses penguraian produk acidogenesis; menghasilkan hidrogen, karbon dioksida, dan asetat.
4. Methanogenesis. Ini adalah tahapan terakhir dan sekaligus yang paling menentukan, yakni dilakukan penguraian dan sintesis produk tahap sebelumnya untuk menghasilkan gas methana (CH4). Hasil lain dari proses ini berupa karbon dioksida, air, dan sejumlah kecil senyawa gas lainnya.
Di dalam reaktor biogas, terdapat dua jenis bakteri yang sangat berperan, yakni bakteri asam dan bakteri methan. Kedua jenis bakteri ini perlu eksis dalam jumlah yang berimbang. Kegagalan reaktor biogas bisa dikarenakan tidak seimbangnya populasi bakteri methan terhadap bakteri asam yang menyebabkan lingkungan menjadi sangat asam (pH kurang dari 7) yang selanjutnya menghambat kelangsungan hidup bakteri methan (Garcelon dkk).
Keasaman substrat/media biogas dianjurkan untuk berada pada rentang pH 6.5 s/d 8 (Garcelon dkk). Bakteri methan ini juga cukup sensitif dengan temperatur. Temperatur 35 oC diyakini sebagai temperatur optimum untuk perkembangbiakan bakteri methan (Garcelon dkk).
Jenis reaktor biogas
Dilihat dari sisi konstruksinya, pada umumnya reaktor biogas bisa digolongkan dalam dua jenis, yakni fixed dome dan floating drum.
Fixed dome mewakili konstruksi reaktor yang memiliki volume tetap sehingga produksi gas akan meningkatkan tekanan di dalam reaktor. Sedangkan floating drum berarti ada bagian pada konstruksi reaktor yang bisa bergerak untuk menyesuaikan dengan kenaikan tekanan reaktor. Pergerakan bagian reaktor tersebut juga menjadi tanda telah dimulainya produksi gas di dalam reaktor biogas.
Bila dilihat dari aliran bahan baku (limbah), reaktor biogas juga bisa dibagi dua, yakni tipe batch (bak) dan continuous (mengalir).
Pada tipe bak, bahan baku reaktor ditempatkan di dalam wadah (ruang tertentu) dari awal hingga selesainya proses pencernaan. Ini hanya umum digunakan pada tahap eksperimen untuk mengetahui potensi gas dari suatu jenis limbah organik. Sedangkan pada jenis mengalir, ada aliran bahan baku masuk dan residu keluar pada selang waktu tertentu. Lamanya (waktu) bahan baku berada di dalam reaktor biogas disebut sebagai waktu retensi hidrolik (hydraulic retention time/HTR).
HTR dan kontak antara bahan baku dengan bakteri asam/methan, merupakan dua faktor penting yang berperan dalam reaktor biogas (Karim dkk, 2005). Skema reaktor biogas jenis fixed dome dan floating drum dapat dilihat pada gambar berikut ini:


Gambar 1. Skema reaktor biogas untuk kotoran hewan jenis fixed dome (kiri) dan floating drum (kanan)
Dari Gambar 1, dapat dilihat bahwa kedua jenis konstruksi reaktor biogas tersebut tidak jauh berbeda, keduanya memiliki komponen tangki utama, saluran slurry masuk dan residu keluar, separator (optional), dan saluran gas keluar. Perbedaan yang ada antara keduanya adalah pada bagian pengumpul gasnya (gas collector).
Pada konstruksi fixed dome, gas yang terbentuk akan langsung disalurkan ke pengumpul gas di luar reaktor berupa kantung yang berbentuk balon (akan mengembang bila tekanannya naik).
Pada reaktor biogas jenis fixed dome, perlu diberikan katup pengaman untuk membatasi tekanan maksimal reaktor sesuai dengan kekuatan konstruksi reaktor dan tekanan hidrostatik slurry di dalam reaktor. Katup pengaman yang sederhana dapat dibuat dengan mencelupkan bagian pipa terbuka ke dalam air pada ketinggian tertentu seperti dapat dilihat pada gambar berikut ini:


Gambar 2. Katup pengaman tekanan sederhana
Pada Gambar 2 ditunjukkan skema katup pengaman tekanan sederhana. Katup pengaman ini terutama penting untuk reaktor biogas jenis fixed dome. Prinsip kerja katup pengaman berikut konsekuensi yang perlu diperhatikan pada reaktor biogas akan dijelaskan pada bagian komponen reaktor. Sedangkan pada jenis floating drum, pengumpul gas berada dalam satu kesatuan dengan reaktor itu sendiri. Produksi gas akan ditandai dengan naiknya floating drum. Katup gas bisa dibuka untuk menyalurkan gas ke kompor bila floating drum sudah terangkat.