Rabu, 23 November 2011

TEKNOLOGI PEMBUATAN BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK



ANIS FAHRI
HP. 08153732770
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau
Jl. K. Nasution No 341, Marpoyan. Pekanbaru
Telp. 0761 (674206)
Permintaan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia baik itu untuk keperluan
industri, transportasi dan rumah tangga dari tahun ketahun semakin meningkat.
Menyebabkan ketersediaan bahan bakar menjadi terbatas, atau harga menjadi
melambung. Terkait dengan masalah tersebut, salah satu kebijakan pemerintah ialah
rencana pengurangan penggunaan bahan bakar minyak tanah untuk keperluan rumah
tangga.
Sejalan dengan hal itu pemerintah juga mendorong upaya- upaya untuk penggunaan
sumber-sumber energi alternatif lainnya yang dianggap layak dilihat dari segi teknis,
ekonomi, dan lingkungan, apakah itu berupa biofuel, biogas/gas bio, briket arang dan lain
sebagainya. Sumber energi alternatip telah banyak ditemukan sebagai pengganti bahan
bakar minyak, salah satunya adalah Biogas.
Penggunaan biogas belum cukup berkembang luas antara lain disebabkan oleh karena
masih relatif murahnya harga BBM yang disubsidi, sementara teknologi yang diperkenalkan
selama ini masih memerlukan biaya yang cukup tinggi karena berupa konstruksi beton
dengan ukuran yang cukup besar. Mulai tahun 2000-an telah dikembangkan reaktor
biogas skala kecil (rumah tangga) dengan konstruksi sederhana, terbuat dari plastik
secara siap pasang (knockdown) dan dengan harga yang relatif murah. Dan r
eaktor biogas dapat juga dibuat dari sumur tembok dan dengan drum serta dengan
bahan baku kotoran ternak dan limbah pertanian.
Manfaat Energi Biogas
Manfaat energi biogas adalah menghasilkan gas metan sebagai pengganti bahan bakar
khususnya minyak tanah dan dapat dipergunakan untuk memasak. Dalam skala besar,
biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik. Di samping itu, dari proses
produksi biogas akan dihasilkan sisa kotoran ternak  yang dapat langsung dipergunakan
sebagai pupuk organik pada tanaman/budidaya pertanian. Dan yang lebih penting lagi
adalah mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian bahan bakar minyak bumi yang
tidak bisa diperbaharui.
Potensi Pengembangan Biogas di Indonesia
Potensi pengembangan Biogas di Indonesia masih cukup besar. Hal tersebut mengingat
cukup banyaknya populasi  ternak .  Jumlah sapi 11 juta ekor, kerbau 3 juta ekor dan
kuda 500 ribu ekor . Setiap 1 ekor ternak sapi/kerbau dapat dihasilkan  ±  2 m3
 biogas
per hari.
Potensi Ekonomis Biogas
Potensi ekonomis Biogas adalah sangat besar, hal tersebut mengingat bahwa 1
m3
 biogas dapat digunakan setara dengan 0,62 liter minyak tanah.  Di samping itu
pupuk organik yang dihasilkan dari proses produksi biogas sudah tentu mempunyai nilai
ekonomis yang tidak kecil pula.
PRINSIP PEMBUATAN BIOGAS
Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara
anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang sebagian besar
adalah berupa gas metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida, gas
inilah yang disebut biogas.
1Proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah mikroorganisme, terutama
bakteri metan. Suhu yang baik untuk proses fermentasi adalah 30-55
ΓΈ
C, dimana pada
suhu tersebut mikroorganisme mampu merombak bahan bahan organik secara optimal.
Hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri adalah gas metan seperti yang
terlihat pada tabel dibawah ini:
Tabel : Komposisi biogas (%) kotoran sapi dan campuran kotoran ternak dengan sisa
pertanian.
Jenis Gas Kotoran Sapi Campuran Kotoran +
Sisa Pertanian
Metan (CH4)
Karbon dioksida (CO2)
Nitrogen (N2)
Karbon monoksida (CO)
Oksigen (O2)
Propena (C
3
H8)
Hidrogen sulfida (H2S)
Nilai kalori (kkal/m2
)
65,7
27,0
2,3
0
0,1
0,7
-
6513
54 – 70
45 – 57
0,5 – 3,0
0,1
6,0
-
Sedikit
4800 - 6700
Sumber : Harahap, dkk (1978)
MEMBANGUN INSTALASI BIOGAS
Bangunan utama dari instalasi biogas adalah Digester yang berfungsi untuk
menampung gas metan hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri. Jenis
digester yang paling banyak digunakan adalah model continuous feeding dimana
pengisian bahan organiknya dilakukan secara kontinu setiap hari. Besar kecilnya digester
tergantung pada kotoran ternak yamg dihasilkan dan banyaknya biogas yang diinginkan.
Lahan yang diperlukan sekitar 16 m2
. Untuk membuat digester diperlukan bahan
bangunan seperti pasir, semen, batu kali, batu koral, bata merah, besi konstruksi, cat
dan pipa prolon.
Lokasi yang akan dibangun sebaiknya dekat dengan kandang sehingga kotoran ternak
dapat langsung disalurkan kedalam digester. Disamping digester harus dibangun juga
penampung sludge (lumpur) dimana slugde tersebut nantinya dapat dipisahkan dan
dijadikan pupuk organik padat dan pupuk organik cair.
Reaktor Biogas Skala Rumah Tangga
SPESIFIKASI TEKNIS
1. Volume reaktor (plastik) : 4.000 liter
2. Volume penampung gas (plastik) : 2.500 liter
3. Kompor Biogas : 1 buah
4. Drum pengaduk bahan : 1 buah
5. Pengaman gas : 1 buah
6. Selang saluran gas : + 10 m
7. Kebutuhan bahan baku : kotoran ternak dari 2-3 ekor sapi/ kerbau.
8. Biogas yang dihasilkan 4 m 3
 per hari (setara dengan 2,5 liter minyak tanah).
2Gambar 1. Instalasi Reaktor Biogas Skala Rumah Tangga
PERSIAPAN PEMASANGAN REAKTOR BIOGAS
1. Pembuatan lubang reaktor, panjang = 4 m, lebar = 1,1 m, dalam = 1,2 m.
2. Pembuatan meja tabung plastik penampung gas : (diameter 1,2 m) panjang  =   3 m,
lebar =1,2m
3. Kotoran sapi (fases) awal sebanyak 100 karung kantong semen atau karung
seukurannya (100 kantong semen = 2000 lt). Persiapan awal ini untuk mempercepat
produksi gas yang siap untuk digunakan (dinyalakan).
4. Drum untuk tempat pencampuran kotoran (fases) dengan air (1:1) ; 1 buah (200
liter)
5. Karung untuk tempat sisa kotoran dari proses produksi biogas
6. Kayu atau bambu untuk pagar, supaya reaktor aman dari gangguan ternak atau
lainnya.
7. Terpal dan bahan lainnya untuk atap reaktor supaya terhindar dari hujan atau
material yang jatuh dari atas.
Gambar  2 : Kompor gas dari pengolahan kotoran sapi
Setelah pengerjaan digester selesai maka mulai dilakukan proses pembuatan biogas
dengan langkah langkah sebagai berikut:
1. Mencampur kotoran sapi dengan air sampai terbentuk lumpur dengan perbandingan
1:1 pada bak penampung sementara. Bentuk lumpur akan mempermudah pemasukan
kedalam digester
2. Mengalirkan lumpur kedalam digester melalui lubang pemasukan. Pada pengisian
pertama kran gas yang ada diatas digester dibuka agar pemasukan lebih mudah dan
3udara yang ada didalam digester terdesak keluar. Pada pengisian pertama ini
dibutuhkan lumpur kotoran sapi dalam jumlah yang banyak sampai digester penuh.
3. Membuang gas yang pertama dihasilkan pada hari ke-1 sampai ke-8 karena yang
terbentuk adalah gas CO2. Sedangkan pada hari ke-10 sampai hari ke-14 baru
terbentuk gas metan (CH4) dan CO2 mulai menurun. Pada komposisi CH4 54% dan CO2
27% maka biogas akan menyala.
4. Pada hari ke-14 gas yang terbentuk dapat digunakan untuk menyalakan api pada
kompor gas atau kebutuhan lainnya. Mulai hari ke-14 ini kita sudah bisa
menghasilkan energi biogas yang selalu terbarukan. Biogas ini tidak berbau seperti
bau kotoran sapi. Selanjutnya, digester terus diisi lumpur kotoran sapi secara kontinu
sehingga dihasilkan biogas yang optimal

Reaktor Biogas Skala Kecil/Menengah (Bagian Kedua)


Sumber: Berita Iptek Topik: Teknologi Tags: , 

Pada bagian kedua ini akan dikemukakan beberapa komponen utama reaktor biogas dan contoh penerapannya secara sederhana. Penulis berharap reaktor biogas ini merupakan salah satu solusi praktis teknologi energi yang mudah dan murah untuk masyarakat kecil di tanah air.
Beberapa komponen utama reaktor biogas
Saluran slurry masuk
Campuran kotoran hewan (sapi atau kambing) dan air yang membentuk slurry dimasukkan melalui saluran masuk slurry. EPA USA 2002 (Prometheus, 2005) menyarankan agar reaktor biogas menggunakan slurry dengan kandungan padatan maksimal sekitar 12.5%.
Dalam tataran praktis, Aguilar dkk (2001) menyarankan perbandingan 1 ember (ukuran standar) kotoran hewan dicampur dengan 5 ember air. Kotoran hewan dan air harus dimasukkan sudah dalam keadaan tercampur (slurry) - hal ini untuk memudahkan pengaliran slurry di dalam tangki utama serta menghindari terbentuknya sedimentasi yang akan menyulitkan pengaliran selanjutnya.
Slurry bisa dimasukkan hingga 3/4 volume tangki utama (Garcelon dkk). Volume sisa di bagian atas tangki utama diperlukan sebagai ruang pengumpulan gas serta menghindari penyumbatan saluran gas oleh slurry.
Karena proses produksi methana ini berlangsung dalam lingkungan anaerob, maka slurry harus menutup saluran masuk ataupun saluran keluar tangki utama. Pada umumnya, produksi gas methana yang optimum akan terjadi pada HTR 20 30 hari (Garcelon dkk). Hal ini berarti harus diperkirakan bahwa slurry akan berada selama 20 30 hari di dalam reaktor.
Dengan mengetahui volume tangki utama dan harga HTR yang dipilih, akan dapat ditentukan banyaknya penambahan slurry setiap harinya. Untuk reaktor yang baru beroperasi, disarankan untuk membiarkan reaktor selama beberapa hari sebelum kemudian dilakukan pengisian slurry secara rutin setiap hari. Jumlah slurry yang perlu dimasukkan setiap hari dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini:

Persamaan 1
dengan mslurry adalah penambahan slurry per-hari [Liter/hari], D adalah diameter tangki utama [m], h adalah tinggi/panjang tangki utama [m], dan HTR adalah hydraulic retention time [20-30 hari]. Sedangkan untuk setiap liter slurry, batasan EPA yang menyarankan kandungan padatan sebesar maksimal 12.5% dapat dijadikan patokan untuk menghitung massa kotoran hewan yang diperlukan.
Saluran residu keluar
Bila aliran di dalam tangki cukup lancar (tidak ada sumbatan) maka kesetimbangan tekanan hidrostatik slurry akan menyebabkan sebagian residu keluar manakala slurry ditambahkan ke saluran masuk tangki utama. Bila slurry pertama ditambahkan setelah n hari (<20 hari), maka residu yang keluar pertama kali hanya memiliki HTR sebesar n hari. Ini berarti residu awal belum secara sempurna dicerna oleh reaktor.
Namun di sisi lain, residu terakhir dari slurry tahap awal akan memiliki HTR sebesar HTR + n hari. Dengan demikian, mengendapkan slurry selama satu minggu (7 hari), dan selanjutnya melakukan pengisian slurry harian menggunakan harga HTR = 20 hari akan memberikan harga HTR = 27 hari untuk residu terakhir dari slurry tahap pertama. Residu keluaran reaktor biogas ini merupakan nilai tambah dari reaktor karena bisa digunakan sebagai pupuk berkadar nutrisi tinggi (Karim dkk, 2005).
Katup pengaman tekanan
Prinsip kerja katup ini adalah: pipa T mampu menahan tekanan di dalam saluran gas setara dengan tekanan kolom air pada pipa T tersebut (lihat Gambar 2-bagian pertama). Bila tekanan di dalam saluran gas lebih tinggi dari tekanan kolom air, maka gas akan keluar melalui pipa T, sehingga tekanan di dalam sistem reaktor akan kembali turun. Bila tinggi air yang masuk di dalam pipa T adalah h, maka tekanan yang bisa ditahan pipa T adalah:
p = pgh (2)
dengan p adalah tekanan [Pa], p adalah densitas air [sekitar 1000 kg/m3 pada temperatur dan tekanan standar], g adalah percepatan gravitasi [9.81 m/s2].
Tinggi air yang perlu masuk di dalam pipa T tersebut harus disesuaikan dengan kekuatan tekanan yang sanggup ditahan konstruksi reaktor (termasuk kantung penyimpan gas). Ini terutama penting untuk bahan reaktor yang terbuat dari kantung polyethylene (polyethylene bag).
Untuk reaktor yang terbuat dari kantung polyethylene, Aguilar dkk (2001) menyarankan tinggi air di dalam pipa T sebesar 8-10 cm, sedangkan Rodriguez dkk menyarankan harga 4-5 cm. Semakin tinggi kolom air di dalam pipa T, maka makin besar tekanan di dalam reaktor yang bisa ditahan katup pengaman; ini akan memberikan tekanan gas methana keluar yang lebih tinggi. Namun penggunaan tekanan tinggi ini perlu disesuaikan dengan kekuatan reaktor biogas. Untuk reaktor yang menggunakan bahan kantung polyethylene, disarankan untuk menggunakan harga kolom air sekitar 5-10 cm.
Perlu dicatat bahwa bila kedua saluran slurry masuk dan keluar selalu berada dalam kondisi terbuka, maka pergerakan kolom air di dalam pipa T juga akan mempengaruhi pergerakan slurry di dalam reaktor. Bila densitas slurry diperkirakan sebesar 2 kali densitas air, tekanan yang menyebabkan pergerakan 8 cm kolom air di dalam pipa T juga akan menyebabkan perbedaan ketinggian permukaan slurry di dalam reaktor dan di dalam pipa saluran masuk/keluar sebesar 4 cm (muka slurry di saluran masuk/keluar lebih tinggi 4 cm daripada muka slurry di dalam reaktor).
Oleh karena itu disarankan untuk menggunakan pipa saluran slurry masuk/keluar yang memungkinkan permukaan slurry di dalam saluran pipa masuk/keluar bisa lebih tinggi dari permukaan slurry di dalam reaktor. Pengukuran densitas slurry dapat dilakukan secara sederhana dengan menggunakan ember yang telah diketahui volumenya (V) (dalam liter). Bila massa slurry pada satu ember tersebut adalah ms [kg], maka densitas slurry dapat dihitung dengan cara:

Persamaan 3
Harga densitas slurry ini (Persamaan (3)) dapat digunakan untuk memperkirakan perbedaan ketinggian muka slurry di dalam reaktor dan pipa saluran masuk/keluar dengan menggunakan Persamaan (2).
Separator
Separator di dalam reaktor biogas (lihat Gambar 1-bagian 1) memiliki fungsi untuk mengarahkan aliran slurry di dalam reaktor sehingga dapat dipastikan bahwa setiap bagian slurry akan berada di dalam reaktor selama masa HTR. Untuk membantu kelancaran aliran slurry di dalam reaktor, maka disarankan untuk menggunakan slurry dengan kandungan padatan yang sesuai dengan rekomendasi EPA USA (maksimal sekitar 12.5%).
Bila slurry terlalu banyak mengandung padatan, dikhawatirkan akan terjadi sedimentasi yang cukup tebal yang diprediksi bisa mengganggu kelancaran aliran slurry selanjutnya. Pengadukan bisa dilakukan untuk menghindarkan terjadinya sedimentasi (endapan) di dalam reaktor. Pengadukan bisa dilakukan secara teratur setiap selang waktu tertentu. Selain berfungsi untuk menghindarkan terjadinya sedimentasi, pengadukan pada slurry dengan kandungan padatan sekitar 10% akan meningkatkan produksi gas di dalam reaktor cukup signifikan (Karim dkk, 2005).
Oleh karena itu disarankan untuk membuat sistem pengaduk yang terintegrasi dengan bangunan reaktor. Sistem pengaduk bisa menggunakan tenaga listrik ataupun manual. Namun mengingat prinsip kesederhanaan reaktor skala kecil/menengah, disarankan untuk membuat sistem pengaduk manual.
Saluran gas
Gas dari reaktor biogas ini bersifat korosif (Aguilar dkk, 2001), maka saluran gas disarankan dibuat dari bahan polymer (bisa berupa pipa PVC ataupun selang PVC dengan sambungan yang cukup kuat). Bahan transparan lebih disukai untuk saluran gas (terutama pada bagian horizontal) karena penguapan cairan di dalam reaktor serta hasil reaksi dari dalam reaktor akan berpotensi menyebabkan genangan air yang bisa menyebabkan penyumbatan saluran gas.
Untuk keperluan pembakaran gas pada tungku, maka pada bagian ujung saluran pipa bisa disambung dengan pipa baja anti karat (berbentuk serupa nosel). Bila tekanan gas di dalam kantung penyimpan gas (untuk konstruksi fixed dome) sudah cukup tinggi atau posisi floating drum sudah cukup terangkat, maka katup bukaan gas bisa dibuka, dan gas bisa dinyalakan untuk keperluan memasak. Reaktor baru biasanya bisa menghasilkan cukup gas untuk memasak setelah 20 30 hari, sesuai dengan HTR yang umum digunakan (Aguilar dkk (2001), Rodriguez dkk). Untuk memenuhi kebutuhan memasak sebuah keluarga dengan jumlah anggota 6 orang, diperlukan 6 ekor sapi dengan volume reaktor biogas 8.4 m3 (IGAD).
Reaktor biogas sederhana
Salah satu batasan (constraint) utama dalam mendesain biogas untuk masyarakat di pedesaan adalah masalah biaya instalasi, kemudahan pengoperasian serta perawatan. Reaktor biogas jenis fixed dome yang dibuat dari bahan tembok dan beton umumnya memerlukan biaya yang tidak murah (BSP, 2003).
Oleh karena itu, beberapa aplikasi reaktor biogas di negara ketiga menggunakan bahan yang lebih murah dan mudah didapat, seperti kantung (tubular) polyethylene (Aguilar dkk, 2001), (Rodriguez dkk), (Moog dkk, 1997), (An dkk), atau material plastik lainnya, seperti Silpaulin (BSP, 2003).
Reaktor biogas dari kantung polyethylene ini pada dasarnya tergolong reaktor jenis fixed dome. Reaktor dengan volume slurry 4 m3 akan memerlukan kantung polyethylene berdiameter 80 cm dengan panjang 10 m (80% dari kantung akan berisi slurry) (Rodriguez dkk). Kantung polyethylene diposisikan horizontal (sekitar 90% badan reaktor berada di bawah permukaan tanah). Skema reaktor kantung polyethylene bisa dilihat pada Gambar 3 berikut ini:

Gambar 3. Skema reaktor biogas kantung polyethylene
Fungsi dan karakteristik komponen reaktor biogas kantung polyethylene ini sama dengan reaktor fixed dome yang telah dijelaskan pada Gambar 1. Dengan demikian, katup pengaman tekanan sederhana seperti pada Gambar 2 juga perlu ditambahkan pada saluran gas keluar.
Untuk memperkuat daya tahan reaktor ini, umumnya kantung polyethylene dipasang 2 lapis dan di bagian atas reaktor dipasang atap sederhana untuk melindungi konstruksi reaktor dari panas matahari dan hujan. Dengan konstruksi semacam itu, reaktor kantung polyethylene bisa digunakan hingga 3 tahun (Rodriguez dkk) bahkan 10 tahun (Aguilar dkk, 2001). Kerusakan yang umumnya terjadi pada reaktor jenis ini adalah sobeknya lapis polyethylene dan ketidaklancaran aliran slurry di dalam reaktor akibat sedimentasi.
Kesimpulan
Reaktor biogas merupakan salah satu solusi teknologi energi untuk mengatasi kesulitan masyarakat akibat lonjakan harga BBM di tanah air. Teknologi ini bisa segera diaplikasikan; terutama untuk kalangan masyarakat pedesaan yang memelihara hewan ternak (sapi, kerbau, atau kambing).
Teknologi reaktor ini telah cukup lama dikembangkan di berbagai negara, baik negara maju ataupun berkembang, dengan hasil yang cukup baik. Bagi masyarakat pengguna, reaktor biogas ini akan menghasilkan dua keuntungan sekaligus, yakni berupa bahan bakar gas (untuk memasak) serta pupuk berkualitas tinggi.
Reaktor biogas yang terbuat dari bahan polyethylene cocok diterapkan untuk masyarakat kecil mengingat murahnya biaya instalasi serta kemudahan dalam pengoperasian serta perawatan. Penggunaan reaktor biogas juga memberikan kontribusi positif bagi lingkungan (berupa pengurangan polusi gas methana, bau tidak sedap, potensi penyakit, dsb).
Referensi
1. An, BX., Preston, TR., Dolberg, F., The Introduction of Low-Cost Polyethylene Tube Biodigesters on Small-Scale Farms in Vietnam, 
http://www.epa.gov/agstar/resources/ smldigesters.html
2. Aguilar, FX., (2001), How to install a polyethylene biogas plant, Proceeding of the IBSnet Electronic Seminar, (The Royal Agricultural College, Cirencester, UK. 5-23 March 2001), http://www.ias.unu.edu/proceedings/icibs/ibs/ibsnet/e-seminar/  FranciscoAguilar/index.html
3. Biogas Support Program (BSP), (2003), Construction option for RABR Remote Area Biogas Reactor, SNV-Nepal
4. Garcelon, J., Clark, J., Waste Digester Design, Civil Engineering Laboratory Agenda, University of Florida, http://www.ce.ufl.edu/activities/waste/wddndx.html
5. Karim, K., Hoffmann, R., Klasson, T., Al-Dahhan, MH., (2005), Anaerobic digestion of animal waste: Waste strength versus impact of mixing, Bioresource Technology, 96, 1771-1791
6. Moog, FA., Avilla, HF., Agpaoa, EV., Valenzuela, FG., Concepcion, FC., (1997), Promotion and utilization of polyethylene biodigester in smallhold farming systems in the Philippines, Livestock Research for Rural Development, Volume 9, Number 2.
7. Rahman, B., (2005), Biogas, Sumber Energi Alternatif, Kompas 8 Agustus.
8. Raven, RPJM., Gregersen, KH., (2005), Biogas Plant in Denmark: Sucesses and Setbacks, Renewable and Sustainable Energy Reviews, Article in Press
9. Rodriguez, L., Preston, TR., Biodigester installation manual, University of Tropical Agriculture Foundation. Finca Ecologica, University of Agriculture and Forestry, Thu Duc, Ho Chi Minh City, Vietnam http://www.fao.org/WAICENT/FAOINFO/AGRICULT/AGA/AGAP/
FRG/Recycle/biodig/manual.htm
10. Wikipedia, (2005), http://en.wikipedia.org/wiki/Anaerobic_digester
11. Prometheus, (2005), http://www.prometheus-energy.com/digester.html
12. Intergovernmental Authority on Development (IGAD), Biogas Digester, http://igadrhep.energyprojects.net/Links/Profiles/
Biogas/Biogas.htm

Teknik Pembuatan Biogas Sederhana




Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen biogas antara lain sebagai berikut : ± 60 % CH4(metana), ± 38 % CO(karbon dioksida) dan ± 2 % N2, O2, H2, & H2S. Biogas dapat dibakar seperti elpiji, dalam skala besar biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik, sehingga dapat dijadikan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan. Sumber energi Biogas yang utama yaitu kotoran ternak Sapi, Kerbau, Babi dan Kuda. Kesetaraan biogas dengan sumber energi lain 1 m3 Biogas setara dengan :
Tabel kesetaraan biogas dengan sumber bahan bakar lain


Di negara Cina Sejak tahun 1975 "biogas for every household". Pada tahun 1992, 5 juta rumah tangga di China menggunakan biogas. Reaktor biogas yang banyak digunakan adalah model sumur tembok dengan bahan baku kotoran ternak & manusia serta limbah pertanian. Kemudian di negara India Dikembangkan sejak tahun 1981 melalui "The National Project on Biogas Development" oleh Departemen Sumber Energi non-Konvensional. Tahun 1999, 3 juta rumah tangga menggunakan biogasReaktor biogas yang digunakan model sumur tembok dan dengan drum serta dengan bahan baku kotoran ternak dan limbah pertanian. Dan yang terakhir negara Indonesia Mulai diperkenalkan pada tahun 1970-an, pada tahun 1981 melalui Proyek Pengembangan Biogas dengan dukungan dana dari FAO dibangun contoh instalasi biogas di beberapa provinsi. Penggunaan biogas belum cukup berkembang luas antara lain disebabkan oleh karena masih relatif murahnya harga BBM yang disubsidi, sementara teknologi yang diperkenalkan selama ini masih memerlukan biaya yang cukup tinggi karena berupa konstruksi beton dengan ukuran yang cukup besar. Mulai tahun 2000-an telah dikembangkan reaktor biogas skala kecil (rumah tangga) dengan konstruksi sederhana, terbuat dari plastik secara siap pasang (knockdown) dan dengan harga yang relatif murah. Manfaat energi biogas adalah sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dipergunakan untuk memasak kemudian sebagai bahan pengganti bahan bakar minyak (bensin, solar). Dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik. Di samping itu, dari proses produksi biogas akan dihasilkan sisa kotoran ternak yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk organik pada tanaman / budidaya pertanian. Potensi pengembangan Biogas di Indonesia masih cukup besar. Hal tersebut mengingat cukup banyaknya populasi sapi, kerbau dan kuda, yaitu 11 juta ekor sapi, 3 juta ekor kerbau dan 500 ribu ekor kuda pada tahun 2005. Setiap 1 ekor ternak sapi/kerbau dapat dihasilkan + 2 m3 biogas per hari. Potensi ekonomis Biogas adalah sangat besar, hal tersebut mengingat bahwa 1 m3 biogas dapat digunakan setara dengan 0,62 liter minyak tanah. Di samping itu pupuk organik yang dihasilkan dari proses produksi biogas sudah tentu mempunyai nilai ekonomis yang tidak kecil pula.
Di negara Cina Sejak tahun 1975 "biogas for every household". Pada tahun 1992, 5 juta rumah tangga di China menggunakan biogas. Reaktor biogas yang banyak digunakan adalah model sumur tembok dengan bahan baku kotoran ternak & manusia serta limbah pertanian. Kemudian di negara India Dikembangkan sejak tahun 1981 melalui "The National Project on Biogas Development" oleh Departemen Sumber Energi non-Konvensional. Tahun 1999, 3 juta rumah tangga menggunakan biogasReaktor biogas yang digunakan model sumur tembok dan dengan drum serta dengan bahan baku kotoran ternak dan limbah pertanian. Dan yang terakhir negara Indonesia Mulai diperkenalkan pada tahun 1970-an, pada tahun 1981 melalui Proyek Pengembangan Biogas dengan dukungan dana dari FAO dibangun contoh instalasi biogas di beberapa provinsi. Penggunaan biogas belum cukup berkembang luas antara lain disebabkan oleh karena masih relatif murahnya harga BBM yang disubsidi, sementara teknologi yang diperkenalkan selama ini masih memerlukan biaya yang cukup tinggi karena berupa konstruksi beton dengan ukuran yang cukup besar. Mulai tahun 2000-an telah dikembangkan reaktor biogas skala kecil (rumah tangga) dengan konstruksi sederhana, terbuat dari plastik secara siap pasang (knockdown) dan dengan harga yang relatif murah.

Manfaat energi biogas adalah sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dipergunakan untuk memasak kemudian sebagai bahan pengganti bahan bakar minyak (bensin, solar). Dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik. Di samping itu, dari proses produksi biogas akan dihasilkan sisa kotoran ternak yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk organik pada tanaman / budidaya pertanian. Potensi pengembangan Biogas di Indonesia masih cukup besar. Hal tersebut mengingat cukup banyaknya populasi sapi, kerbau dan kuda, yaitu 11 juta ekor sapi, 3 juta ekor kerbau dan 500 ribu ekor kuda pada tahun 2005. Setiap 1 ekor ternak sapi/kerbau dapat dihasilkan + 2 m3 biogas per hari. Potensi ekonomis Biogas adalah sangat besar, hal tersebut mengingat bahwa 1 m3 biogas dapat digunakan setara dengan 0,62 liter minyak tanah. Di samping itu pupuk organik yang dihasilkan dari proses produksi biogas sudah tentu mempunyai nilai ekonomis yang tidak kecil pula.

Reaktor Biogas Skala Kecil/Menengah


Krisis energi yang dipicu naiknya harga minyak dunia (pernah mencapai US$ 70/barrel) tak pelak turut menghimpit kehidupan masyarakat berbagai lapisan di Indonesia. Hal ini semakin menyadarkan berbagai kalangan di tanah air bahwa ketergantungan terhadap BBM secara perlahan perlu dikurangi. Buruknya pengaruh pembakaran BBM ke lingkungan juga menjadi faktor pendorong pencarian dan pengembangan energi alternatif non BBM.

Dalam situasi semacam ini; pencarian, pengembangan, dan penyebaran teknologi energi non BBM yang ramah lingkungan menjadi penting, terutama ditujukan pada kalangan miskin sebagai golongan yang paling terkena dampak kenaikan BBM. Salah satu teknologi energi yang sesuai dengan persyaratan tersebut adalah teknologi biogas.
Reaktor biogas bukanlah teknologi baru. Sejak tahun 1970 an, Denmark telah melakukan riset, pengembangan, dan aplikasi teknologi ini; mereka tercatat memiliki 20 instalasi pengolahan biogas tersentralisasi (centralized plant) dan 35 instalasi farming plant (Raven dkk, 2005). China juga telah membangun 7 juta unit reaktor biogas pada tahun 1980 an, sedangkan India juga mencanangkan tak kurang dari 400,000 reaktor biogas pada kurun waktu yang sama (Rahman, 2005).
Dari lamanya pengembangan dan aplikasi teknologi biogas di dunia, dapat dikatakan bahwa teknologi ini sudah cukup mapan dan terbukti dapat memproduksi energi non BBM yang sekaligus ramah lingkungan.
Terdapat beberapa teknologi yang dapat digunakan untuk mengkonversi limbah (organik) menjadi energi, diantaranya: pembakaran langsung, konversi kimia, dan konversi biologi. Diantara teknologi tersebut, biogas (konversi biologi) termasuk teknologi yang memiliki efisiensi tinggi karena residu proses biogas juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk berkualitas tinggi. Tanpa keterlibatan teknologi pengolahan sampah, methana hasil penguraian limbah secara natural akan terlepas (dan mencemari) atmosfer tanpa termanfaatkan (catatan; methana termasuk dalam gas rumah kaca). Dari sudut pandang itulah dapat disimpulkan bahwa teknologi biogas termasuk teknologi ramah lingkungan.
Tulisan ini bermaksud menguraikan prinsip teknologi biogas yang berfokus pada aplikasi skala kecil/menengah yang dibagi menjadi dua bagian. Pada bagian pertama ini difokuskan pada prinsip kerja dan jenis reaktor biogas. Sedangkan pada bagian kedua akan ditulis tentang komponen utama reaktor biogas dan contoh penerapannya secara sederhana.
Prinsip Kerja Reaktor Biogas
Teknologi biogas pada dasarnya memanfaatkan proses pencernaan yang dilakukan oleh bakteri methanogen yang produknya berupa gas methana (CH4). Gas methana hasil pencernaan bakteri tersebut bisa mencapai 60% dari keseluruhan gas hasil reaktor biogas, sedangkan sisanya didominasi CO2. Bakteri ini bekerja dalam lingkungan yang tidak ada udara (anaerob), sehingga proses ini juga disebut sebagai pencernaan anaerob (anaerob digestion).
Bakteri methanogen akan secara natural berada dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga. Keberhasilan proses pencernaan bergantung pada kelangsungan hidup bakteri methanogen di dalam reaktor, sehingga beberapa kondisi yang mendukung berkembangbiaknya bakteri ini di dalam reaktor perlu diperhatikan, misalnya temperatur, keasaman, dan jumlah material organik yang hendak dicerna.
Tahap lengkap pencernaan material organik adalah sebagai berikut (Wikipedia, 2005):
1. Hidrolisis. Pada tahap ini, molekul organik yang komplek diuraikan menjadi bentuk yang lebih sederhana, seperti karbohidrat (simple sugars), asam amino, dan asam lemak.
2. Asidogenesis. Pada tahap ini terjadi proses penguraian yang menghasilkan amonia, karbon dioksida, dan hidrogen sulfida.
3. Asetagenesis. Pada tahap ini dilakukan proses penguraian produk acidogenesis; menghasilkan hidrogen, karbon dioksida, dan asetat.
4. Methanogenesis. Ini adalah tahapan terakhir dan sekaligus yang paling menentukan, yakni dilakukan penguraian dan sintesis produk tahap sebelumnya untuk menghasilkan gas methana (CH4). Hasil lain dari proses ini berupa karbon dioksida, air, dan sejumlah kecil senyawa gas lainnya.
Di dalam reaktor biogas, terdapat dua jenis bakteri yang sangat berperan, yakni bakteri asam dan bakteri methan. Kedua jenis bakteri ini perlu eksis dalam jumlah yang berimbang. Kegagalan reaktor biogas bisa dikarenakan tidak seimbangnya populasi bakteri methan terhadap bakteri asam yang menyebabkan lingkungan menjadi sangat asam (pH kurang dari 7) yang selanjutnya menghambat kelangsungan hidup bakteri methan (Garcelon dkk).
Keasaman substrat/media biogas dianjurkan untuk berada pada rentang pH 6.5 s/d 8 (Garcelon dkk). Bakteri methan ini juga cukup sensitif dengan temperatur. Temperatur 35 oC diyakini sebagai temperatur optimum untuk perkembangbiakan bakteri methan (Garcelon dkk).
Jenis reaktor biogas
Dilihat dari sisi konstruksinya, pada umumnya reaktor biogas bisa digolongkan dalam dua jenis, yakni fixed dome dan floating drum.
Fixed dome mewakili konstruksi reaktor yang memiliki volume tetap sehingga produksi gas akan meningkatkan tekanan di dalam reaktor. Sedangkan floating drum berarti ada bagian pada konstruksi reaktor yang bisa bergerak untuk menyesuaikan dengan kenaikan tekanan reaktor. Pergerakan bagian reaktor tersebut juga menjadi tanda telah dimulainya produksi gas di dalam reaktor biogas.
Bila dilihat dari aliran bahan baku (limbah), reaktor biogas juga bisa dibagi dua, yakni tipe batch (bak) dan continuous (mengalir).
Pada tipe bak, bahan baku reaktor ditempatkan di dalam wadah (ruang tertentu) dari awal hingga selesainya proses pencernaan. Ini hanya umum digunakan pada tahap eksperimen untuk mengetahui potensi gas dari suatu jenis limbah organik. Sedangkan pada jenis mengalir, ada aliran bahan baku masuk dan residu keluar pada selang waktu tertentu. Lamanya (waktu) bahan baku berada di dalam reaktor biogas disebut sebagai waktu retensi hidrolik (hydraulic retention time/HTR).
HTR dan kontak antara bahan baku dengan bakteri asam/methan, merupakan dua faktor penting yang berperan dalam reaktor biogas (Karim dkk, 2005). Skema reaktor biogas jenis fixed dome dan floating drum dapat dilihat pada gambar berikut ini:


Gambar 1. Skema reaktor biogas untuk kotoran hewan jenis fixed dome (kiri) dan floating drum (kanan)
Dari Gambar 1, dapat dilihat bahwa kedua jenis konstruksi reaktor biogas tersebut tidak jauh berbeda, keduanya memiliki komponen tangki utama, saluran slurry masuk dan residu keluar, separator (optional), dan saluran gas keluar. Perbedaan yang ada antara keduanya adalah pada bagian pengumpul gasnya (gas collector).
Pada konstruksi fixed dome, gas yang terbentuk akan langsung disalurkan ke pengumpul gas di luar reaktor berupa kantung yang berbentuk balon (akan mengembang bila tekanannya naik).
Pada reaktor biogas jenis fixed dome, perlu diberikan katup pengaman untuk membatasi tekanan maksimal reaktor sesuai dengan kekuatan konstruksi reaktor dan tekanan hidrostatik slurry di dalam reaktor. Katup pengaman yang sederhana dapat dibuat dengan mencelupkan bagian pipa terbuka ke dalam air pada ketinggian tertentu seperti dapat dilihat pada gambar berikut ini:


Gambar 2. Katup pengaman tekanan sederhana
Pada Gambar 2 ditunjukkan skema katup pengaman tekanan sederhana. Katup pengaman ini terutama penting untuk reaktor biogas jenis fixed dome. Prinsip kerja katup pengaman berikut konsekuensi yang perlu diperhatikan pada reaktor biogas akan dijelaskan pada bagian komponen reaktor. Sedangkan pada jenis floating drum, pengumpul gas berada dalam satu kesatuan dengan reaktor itu sendiri. Produksi gas akan ditandai dengan naiknya floating drum. Katup gas bisa dibuka untuk menyalurkan gas ke kompor bila floating drum sudah terangkat.