Rabu, 23 Oktober 2019

Nadiem A Makarim

Yuk kenalan dengan menteri Pendidikan baru kita 

Nadiem Makarim
Nadiem Anwar Makarim (lahir di Singapura, 4 Juli 1984; umur 35 tahun)[1] adalah seorang pengusaha Indonesia. Dia merupakan pendiri serta CEO Go-Jek, sebuah perusahaan transportasi dan penyedia jasa berbasis daring yang beroperasi di Indonesia dan sejumlah negara Asia Tenggara seperti Singapura, Vietnam dan Thailand.[2]


Latar belakang
Nadiem Anwar Makarim adalah putra dari pasangan Nono Anwar Makarim dan Atika Algadri. Ayahnya adalah seorang aktivis dan pengacara terkemuka yang berketurunan Minang-Arab. Sedangkan ibunya merupakan penulis lepas, putri dari Hamid Algadri, salah seorang perintis kemerdekaan Indonesia.[3]

Pendidikan
Nadiem menjalani proses pendidikan dasar hingga SLTA berpindah-pindah dari Jakarta ke Singapura. Sehabis menyelesaikan pendidikan SMA-nya di Singapura, pada tahun 2002 ia mengambil jurusan Hubungan Internasional di Brown University, Amerika Serikat.[4] Nadiem sempat mengikuti pertukaran pelajar di London School of Economics.[5] Setelah memperoleh gelar sarjana pada tahun 2006, tiga tahun kemudian ia mengambil pasca-sarjana dan meraih gelar Master of Business Administration di Harvard Business School.[6]

Karier dan Bisnis
Pada tahun 2006, Nadiem memulai kariernya sebagai konsultan manajemen di McKinsey & Company. Setelah memperoleh gelar MBA, ia terjun sebagai pengusaha dengan mendirikan Zalora Indonesia. Di perusahaan tersebut ia juga menjabat sebagai Managing Editor. Setelah keluar dari Zalora, ia kemudian menjabat sebagai Chief Innovation Officer (CIO) Kartuku, sebelum akhirnya fokus mengembangkan Go-Jek yang telah ia rintis sejak tahun 2011.[7][8] Saat ini Go-Jek merupakan perusahaan rintisan terbesar di Indonesia. Pada bulan Agustus 2016, perusahaan ini memperoleh pendanaan sebesar USD 550 juta atau sekitar Rp 7,2 triliun dari konsorsium yang terdiri dari KKR, Sequoia Capital, Capital Group, Rakuten Ventures, NSI Ventures, Northstar Group, DST Global, Farallon Capital Management, Warburg Pincus, dan Formation Group.[9]

McKinsey & Co (2006-2009)
Sekembalinya dari Harvard dengan gelar MBA, Nadiem memutuskan untuk pulang ke tanah air dan bekerja di McKinsey & Co. Nadiem menjadi konsultan McKinsey selama 3 tahun.[10]

Zalora Indonesia (2011-2012)
Nadiem menjadi Co-Founder dan Managing Director Zalora Indonesia pada tahun 2011. Pada 2012, Nadiem memutuskan keluar dari Zalora untuk membangun startup sendiri, termasuk Gojek yang pada waktu itu memiliki 15 karyawan dan 450 mitra driver. Dia mengaku telah belajar cukup banyak di Zalora, yang merupakan tujuan utamanya ketika menerima pekerjaan di perusahaan itu. Di Zalora, Nadiem memiliki kesempatan membangun mega startup dan bekerja dengan sejumlah talenta terbaik di kawasan Asia.[11]

Kartuku (2013-2014)
Sambil mengembangkan Gojek, Nadiem juga menjadi Chief Innovation Officer Kartuku setelah keluar dari Zalora[12]. Saat awal berdiri, Kartuku tidak ada kompetitor dalam sistem pembayaran non-tunai di Indonesia.[11] Kartuku kemudian diakuisisi Gojek untuk memperkuat GoPay.[13]

Gojek (2010-2019)
Nadiem mendirikan Gojek pada 2010 dan kini Gojek sudah menjadi salah satu dari 19 decacorn di dunia, dengan valuasi Gojek mencapai USD 10 miliar.[14] Gojek pertama kali berdiri sebagai call centre, menawarkan hanya pengiriman barang dan layanan ride-hailing dengan sepeda motor. Sekarang, Gojek telah bertransformasi menjadi super app, menyediakan lebih dari 20 layanan, mulai dari transportasi, pengantaran makanan, kebutuhan sehari-hari, pijat, bersih-bersih rumah, logistik hingga platform pembayaran digital yang dikenal dengan GoPay.[15] Karier bisnis Nadiem Makarim di Gojek membawanya masuk dalam daftar 150 orang terkaya di Indonesia versi Majalah Globe Asia.[16] Nadiem Makarim diperkirakan memiliki nilai kekayaan mencapai US$100 juta.[16]

Penghargaan
Pada tahun 2016, Nadiem menerima penghargaan The Straits Times Asian of the Year, dan merupakan orang Indonesia pertama yang menerima penghargaan tersebut sejak pertama kali didirikan pada tahun 2012. Penghargaan Asian of the Year diberikan kepada individu atau kelompok yang secara signifikan berkontribusi pada meningkatkan kesejahteraan orang di negara mereka atau Asia pada umumnya. Beberapa penerima sebelumnya termasuk pendiri Singapura, Lee Kuan Yew, Perdana Menteri India Narendra Modi, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Presiden Republik Rakyat Tiongkok Xi Jinping dan Presiden Myanmar Thein Sein. Penghargaan tersebut datang karena perusahaan berfokus pada peningkatan kesejahteraan sektor informal. Pada saat yang sama, ini dapat membantu menyediakan mata pencaharian bagi masyarakat Indonesia dengan mengubah pasar dan model bisnis tradisional.
Nadiem masuk dalam daftar Bloomberg 50 versi 2018. Bloomberg menilai tidak ada aplikasi lain yang telah mengubah kehidupan di Indonesia dengan cepat dan mendalam seperti Gojek. Aplikasi Gojek diluncurkan pada 2015 dengan fokus pada pemesanan ojek, dan kemudian berkembang menjadi aplikasi untuk membayar tagihan, memesan makanan, hingga membersihkan rumah[17] "The Bloomberg 50" berisi sosok-sosok ternama dalam bidang bisnis, hiburan, keuangan, politik, hingga ilmu pengetahuan dan teknologi. Sepak terjang Nadiem yang kini mengembangkan Gojek ke Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam membuat Bloomberg menyandingkan namanya dengan presiden Mexico Andres Manuel Lopez Obrador, pendiri Spotify Daniel Ek, pop star Taylor Swift dan grup idol Kpop BTS[18].
Pada Mei 2019, Nadiem menjadi tokoh termuda se-Asia yang menerima penghargaan Nikkei Asia Prize ke-24 untuk Inovasi Ekonomi dan Bisnis. Penghargaan diberikan kepada individu atau organisasi yang berkontribusi bagi pengembangan kawasan Asia dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi masyarakat Asia. Nadiem menggandakan hadiah yang diterima menjadi Rp 860 juta untuk donasi pendidikan anak mitra pengemudi Gojek. Penghargaan ini berkaitan dengan kontribusi Gojek dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, memudahkan keseharian pengguna hingga meningkatkan pendapatan mitranya[19]. Gojek berkontribusi 55 Triliun terhadap perekonomian Indonesia, dengan penghasilan rata-rata mitra Go-Ride dan Go-Car naik 45% dan 42% setelah bergabung dengan Gojek, dan volume transaksi UMKM Kuliner naik 3.5 kali lipat semenjak menjadi mitra GoFood.[20]
Pada tahun 2017, Gojek masuk dalam Fortune’s Top 50 Companies That Changed The World, dan mendapatkan peringkat 17[21]. Pada tahun 2019, Gojek kembali menjadi satu-satunya perusahaan Asia Tenggara yang masuk ke daftar Fortune’s 50, dan naik ke peringkat 11 dari 52 perusahaan kelas dunia.[22]
Organisasi Internasional
Bersama dengan Melinda Gates dan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani, Nadiem menjabat sebagai salah satu komisaris Pathways for Prosperity for Technology and Inclusive Development yang fokus membantu negara-negara berkembang untuk beradaptasi dengan berbagai inovasi baru dunia digital yang mengubah budaya bekerja.

surat utk Nadiem

Aq se7 dg artikel ini👍

BUNG NADIEM by Sahat Siagian

Masa depan khilafah ada di tanganmu, bukan di tangan Menhan, atau Menag, atau Mendagri.

Anda punya keleluasaan untuk membongkar masjid-masjid dari dalam sekolah, memastikan guru agama Islam berasal dari Islam Nusantara, menetralkan pakaian seragam para siswa, menyelenggarakan pendidikan budi pekerti dan kewarganegaraan sebagai sesuatu yang asyik, sebagaimana saya merasa asyik dengan layanan GoMassage.

Saya tidak terkejut ketika Jokowi mendudukkan Anda di kursi Mendiknas. Lelaki Solo itu memang doyan cwawak'an, suka-suka dia. Saya terkejut ketika Anda dengan tegas berkata siap dan malah merasa sedang menjalani hari yang sangat berbahagia pada hari Anda dipanggil ke istana Senin kemarin.

Beberapa kali saya ngobrol singkat dan ringan dengan Bunda Atika, perempuan Arab, Ibu Anda. Beliau jengkel kalau mendapati sebuah acara dibuka dengan doa agama secara umum, dan doa Islam secara khusus. Apa-apaan ini, sungut beliau.

Itu sebabnya saya tidak terkejut ketika tahu istri Anda beragama Katolik, dan anak-anak Anda dibaptis. Keterbukaan dan kebersukacitaan dalam bertuhan nyata hadir sebagai bimbingan dari air susu bunda.

Kepada Anda saya berharap akan masa depan Indonesia sebagai negara terbuka dan toleran di 5 tahun mendatang. Sebagaimana Anda mampu dengan cepat membimbing Gojek menjadi decacorn dalam waktu 5 tahun, sedemikian saya berharap untuk melihat siswa Indonesia yang lebih fasih bicara cinta ketimbang agama dalam waktu dekat.

Sekolah adalah payudara bunda. Sekolah adalah candradimuka gairah kebangsaan. Sekolah adalah laboratorium. Sekolah adalah dunia fantasi dan kreasi. Sekolah adalah sukacita sempurna dalam sejarah hidup seorang manusia.

Saya tahu kaum pejuang khilafah sedang gemetar sekarang. Wilayah kewenangan Anda membentang hingga ke perguruan tinggi. Saya berharap itu termasuk kewenangan tunggal untuk mengusulkan pemangku jabatan rektor ke meja Presiden.

Habiskan semua, Bung. Luluhlantakkan mereka. Bebaskan adik-adikmu dari penjara sumuk, dari kepengapan, dan dari sesak napas. Tinju tingkap-tingkap langit. Bongkar. Tidak boleh lagi ada yang menaungi pendidikan. Sebab belajar adalah sebuah upaya untuk membebaskan diri dari tahyul atau kepercayaan apa pun. Belajar adalah sebuah proses untuk tahu, bukan percaya.

Saya akan tidur malam ini dengan rasa adem, tentrem, membayangkan siswa Indonesia mendaraskan kidung cinta, kidung persahabatan, kidung penerimaan sesama, dan kidung kreasi mencipta jagad baru.

Anda bergairah, Bung? Itu salah satu alasan saya untuk berdoa malam ini.

melepas sebelum mati

Sy ingin share tulisan seorang dokter (katolik) yg bertugas di RS Swasta - Jogjakarta..

Seringnya mendapat giliran tugas menunggui mereka yang sedang menghadapi sakratul maut alias detik-detik menjelang lepasnya nyawa dari tubuh fisiknya, membuat saya banyak merenungkan apa arti dari semua ini.
Sebuah kesempatan belajar yang langka dan tidak semua orang bisa mengalaminya.

Apa pentingnya buat saya?
Sangat penting, karena dari peristiwa itulah saya terus disadarkan bagaimana mengisi hari-hari yang saya jalani ini, agar bisa berakhir dengan penuh makna, mencapai tujuan yang diagendakan sejak sebelum saya diturunkan ke dunia, dan belajar menghargai waktu yang tersisa dengan hidup yang lebih berkualitas.

Cara orang meninggal dunia itu berbeda-beda.
Kemiripannya hanya pada tanda-tanda yang menyertai sebelum maut menjemput.
Wajah yang mendadak berubah, seperti bukan yang kita kenali selama ini. Pucat, bahkan putih seperti tembok. Terutama sorot mata mereka, yang sebentar kosong, sebentar gelisah, sebentar marah. Perilaku juga berubah.
Ada yang keinginannya harus dituruti betapa pun anehnya. Atau membuat orang lain kesal, dan yang bersangkutan sendiri marah atau uring-uringan. Mereka juga jadi labil secara emosi. Sedih, sering menangis tanpa tertahan lagi, takut ditinggal sendirian. Semakin mendekati waktunya, semakin gelisah menanyakan hari,tanggal atau jam. Juga tak betah lagi mengenakan segala macam alat bantu medis yang dimaksudkan untuk membuat mereka lebih lama bertahan hidup.

Yang membedakan adalah seberapa pasrah atau seberapa besar keyakinan mereka terhadap pemeliharaan semesta, semasa hidupnya. Kebanyakan mereka yang simpel dan lurus-lurus saja hidupnya, tak banyak kuatir memikirkan ini itu hingga detil, lebih cepat "berangkat"nya. Tapi jika masih ada banyak ganjalan di hati dan pikirannya, seringkali mengalami kesusahan pada saat jiwanya akan lepas dari tubuhnya.

Hal ini membuat saya berpikir, bahwa untuk mati dengan mudah tanpa melalui banyak siksaan, adalah dengan *"melatihnya semasa kita masih hidup di dunia."*

Berlatih mati?
Ya, Anda tidak salah baca, dan saya tidak sedang becanda.

Yang pertama perlu dilatih adalah soal *"keyakinan"* kita.
Yakin dan menyadari dengan sesadar-sadarnya bahwa segala sesuatu itu baik adanya, berujung kebaikan, dan selalu ada kebaikan walau nampaknya susah sekalipun.
Ini adalah fondasi yang sangat penting ketika nyawa kita tengah berada di ujung tanduk nanti.
*Kebaikan yang selalu kita yakini dan pikirkan akan membuat kita menyambut kematian dengan tersenyum dan sukacita.*
Putusnya nyawa dan keluarnya jiwa dari tubuh fisik kita akan lancar sama seperti ketika buang hajat besar, semakin kita rileks, akan semakin mudah, tapi semakin kita tegang, semakin susah lepas.

*Latihan kedua adalah berlatih melepas.*
Melepas apa saja yang selama ini kita anggap sebagai hak kita.
Sadarilah bahwa kita tidak memiliki apa-apa dan tidak berhak atas apapun, termasuk memikirkan nasib orang-orang yang kita kasihi yang akan kita tinggalkan.
Itu bukan urusan dan tanggung jawab kita.
Mereka adalah milik semesta dan masing-masing memiliki urusannya sendiri-sendiri dengan semesta.
Lepaskan juga segala urusan harta, kekayaan dan apapun yang masih mengikat dan menguasai kita, sejak sekarang ini, selagi kita masih hidup.
_Artinya, ini adalah latihan mental agar kita tidak terus menerus kuatir dan memikirkan sesuatu yang nantinya akan kita tinggalkan._
Melepaskan juga berarti melepaskan dendam, kemarahan, kepahitan, luka batin yang masih ada.

Bersihkan mulai dari sekarang ini, hingga tak ada sisa sama sekali.

Lepaskan juga pengampunan dan berkat kepada mereka yang pernah menyakiti hati, mengkhianati, mengakali kita, seikhlas-ikhlasnya.

Latihan juga tidak berhenti di aspek spiritual dan mental saja, namun juga di aspek fisik.
Memang tubuh fisik kita nantinya akan kita tinggalkan.
Tapi lebih enak mana meninggal dengan sehat atau dengan sakit?
*Berlatihlah menghormati dan menghargai tubuh kita mulai dari sekarang.*

Mulai belajar mendengarkan suaranya, apa yang sebenarnya ia butuhkan, bukan apa yang kita (ego/nafsu) butuhkan.

Berikanlah apa yang tubuh inginkan sejak sekarang, agar ia tak membangkang atau menusuk di belakang pada saat kita tak berdaya lagi.
Tapi ini bukan berarti manipulasi ya.
Lakukanlah dengan ikhlas, karena mengasihi tubuh sendiri sama dengan melayani orang yang sedang sekarat.
Perlu hati-hati, cermat, penuh hormat.

Daripada nantinya tubuh kita habis dimakan obat, lebih baik memeliharanya dengan baik semasa kita masih bisa.
Berikan makanan yang sehat, olahraga yang cukup, sinar matahari pagi, dan air bersih yang sesuai kebutuhan.

Banyak lagi yang bisa kita latihkan untuk menyambut kematian dengan gembira dan bukan dengan air mata.

Sudah waktunya kita mengubah persepsi tentang kematian bukan lagi sebagai peristiwa dukacita tapi *"kemenangan yang perlu dirayakan."*

Selamat merenungkan dan mulai berlatih.

Regards,
Agnes SM