Jumat, 06 Maret 2020

Tentang Tionghoa

Kebiasaan Luhur Dari Etnis Tionghoa di Indonesia
......
Darimana orang Tionghoa di Indonesia mendapatkan dana operasional, bagi keberlangsungan beragam aktifitas sosial mereka?
Sekolah, Universitas (Seperti untuk Universitas Diponegoro), Rumah Sakit (Sebagai contoh, R.S. Husada dan Sumber Waras), Rumah Ibadah dan berbagai Kegiatan Sosial lainnya, yang tentu saja diperlukan biaya teramat besar.
Masyarakat Tionghoa memiliki paguyuban2 yang menghimpun dana dari para anggotanya... urusan sumbang menyumbang, mereka sulit dicari tandingannya..... 
Tak habis pikir kita, bagaimana mereka menyisihkan uang demi terwujudnya Universitas Diponegoro? Bagaimana mereka mengajar ribuan mahasiswa, tanpa mau dibayar?
Bagaimana mereka membangun R.S Husada (Jang Seng Ie)? Bagaimana para dokter dan perawatnya, bekerja secara cuma2, demi kesembuhan puluhan ribu pasien tak mampu?
Dan banyak lagi contoh lainnya...
......
Adakah dana tersebut hanya berasal dari orang2 kaya raya?
Tentu tidak!
Saya mendapatkan keterangan sangat berarti bagaimana orang yang sangat kaya, yaitu pemilik balsem Cap Macan, Auw Boen Hauw, harus merayu Dr Kwa Tjoan Sioe, sebagai pendiri R.S Jang Seng Ie (Husada) agar mau menerima sumbangan darinya.
Dr Kwa, mulanya menolak, tapi akhirnya setuju, ketika Auw Boen Hauw memberikan pandangan, bahwa dengan menerima sumbangannya, maka Dr Kwa dapat membangun paviliun, agar orang kaya dapat datang dan mau berobat di rumahsakitnya, lalu uang biaya pengobatan dari orang2 kaya tersebut dapat dipakai untuk mengobati lebih banyak lagi orang2 miskin.... Luar biasa bukan? 

(Keterangan ini, merupakan informasi yang disampaikan langsung kepada saya, oleh Ibu Myra Sidharta, tokoh senior peneliti Peranakan Tionghoa di Indonesia) juga diperkuat oleh keterangan dari buku karangan Prof Leo Suryadinata, Prominent Indonesian Chinese.
......
Sumbangan, tidak hanya secara kolektif tapi juga menjadi kebiasaan masing2 pribadi...
Dari sanalah dana terkumpul dan disalurkan untuk berbagai aktifitas sosial.
Dua contoh yang dapat kita temukan dan simpan, adalah:
1. "undangan pesta  perkawinan"  yang dimuat dalam Harian Pos Indonesia, 28 Februari 1960.
Tertulis disana,
Antaran sangat kami harapkan supaya diberikan dalam bentuk uang saja, karena maksud kami akan diserahkan seluruhnya (seluruhnya!, saya), bersama dengan biaya perayaan yang kami hematkan (hematkan!, saya), kepada:
Palang Merah Indonesia Cabang Jakarta
RS. Jang Seng Ie
RS. Sin Ming Hui
2. "Foto perayaan pernikahan antara Miss Tjwa Kiem Hwa dengan Tuan Tjeng Ho Seng" dalam halaman foto majala "Star Magazine", 15 Februari 1941.
Dengan keterangan,
Sumbangan 555 Gulden didermakan pada Tjin Tjai Hwee (75%) dan THHK (25%) 
......
Jejak karya sosial masyarakat tionghoa di Indonesia, menembus sekat2 suku, agama, ras dan golongan sosial.. inilah implementasi dari tindakan anti SARA yang sesungguhnya.
Indonesia memang luar biasa!
.......
#azmiabubakar
#salampersaudaraanindonesia
#museumpustakaperanakanindonesia

Koleksi Museum Pustaka Peranakan Tionghoa