Senin, 23 Desember 2019

kisah para Dr Lansia

*untuk yang masih muda yg sudah terlanjur tua boleh tahu juga, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, inga2 yang masih muda, jaga kebugaran tubuhnya*




*PATUT DIRENUNGKAN KOMENTAR PARA DOKTER USIA SEPUH DARI UI (Universitas Indonesia)*

 Sejak dini, *kesehatan di usia senja ternyata harus benar-benar dikejar.*.

Tepat 50 tahun menjalani profesi sebagai dokter, para dokter sepuh alumni Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angkatan tahun 1968 ini memendam keprihatinan tersendiri. Ketika alumni kedokteran
berkumpul, mereka terkejut karena, dari sekitar *120 dokter angkatan 1968, hanya tersisa separuhnya*  ”Tinggal 60 yang masih di atas tanah. Itu pun *tidak semuanya 100 persen sehat*. 

Ada yang *tidak bisa jalan, setengah lumpuh, atau pikun,*” kata internis-nefrologis Prof Dr Jose Roesma PhD (75).

Jose yang menjadi Ketua Panitia Reuni Alumni 50 Tahun Angkatan 1968 FKUI bersama dengan rekan-rekannya, seperti :

Ketua Alumni Angkatan 1968 FKUI Dr Hermansyur Kartowisastro SpBKBD (77), Dr Asril Bahar (75), dan Dr Doddy Pramodo Partomihardjo (74), lantas rutin bertemu hampir setiap pekan hingga puncak acara reuni yang menurut rencana akan digelar pada Desember mendatang. Dalam setiap pertemuan, mereka serius *memperbincangkan sumbangsih apa yang harus mereka lakukan bagi terciptanya lansia yang berkualitas*.

Mereka sibuk membahas buku yang akan diterbitkan bagi kaum dokter dan buku panduan bagi generasi muda demi *menggapai usia tua yang berkualitas*. ”Dari kami berempat ini yang sehat hanya dokter Hermansyur. Akhir Juni lalu, saya pasang cincin di jantung. *_Dulu, usia 30-an enggak pernah berpikir tentang kesehatan di masa tua_*, hanya menjalani hidup dan *TERUS MAKAN ENAK.* 

Terlambat sudah karena enggak ada senior yang kasih tahu,” kata Asril yang merupakan dokter ahli penyakit dalam, konsultan pulmonologi, dan geriatri

Hermansyur, yang anggota tim dokter kepresidenan dari tahun 1987 dan disebut-sebut paling sehat pun, ternyata mengaku *_tak pernah sadar akan pentingnya menjaga pola hidup sehat sejak dini demi kehidupan masa tua yang berkualitas_*. ”Hidup saya cukup sehat secara tidak sadar. Baru sekarang tahu dan menyadari. Keluarga berperan penting mendorong gaya hidup sehat. Nantinya, saya ingin mati di lingkungan keluarga dan tak menderita sakit. Rumah jompo momok bagi saya,” ujar Hermansyur.

*Persiapan dini*

Keprihatinan semakin mendalam karena mereka yang berprofesi sebagai dokter seharusnya lebih paham terhadap upaya pencegahan dan pengobatan penyakit. Namun, kenyataannya berbeda. Kondisi kesehatan mereka di usia tua sama saja dengan masyarakat awam yang *tidak dibekali pengetahuan mendalam tentang kesehatan*. Hal ini terutama karena pola hidup yang tidak sesuai dengan teori gaya hidup sehat. Mereka pun *tidak mempersiapkan diri sejak dini untuk menghadapi masa tua*.

Dengan ilmu dan pengalaman 50 tahun menjadi dokter, Jose dan rekan-rekannya lantas berusaha berbuat sesuatu agar generasi milenial tidak mengikuti pola hidup seniornya.
*_Agar tak menjadi tua yang renta_*, generasi milenial harus sudah mulai sadar *_untuk mengelola kesehatan dengan perubahan pola hidup yang lebih sehat_*. Tak sekadar membuat buku, para dokter sepuh ini berupaya menyumbangkan ide dan mendorong pemerintah untuk melindungi generasi baru dengan gerakan yang berorientasi pada lansia. 
*”Pola hidup salah sehingga berakibat penyakit.* Ini menjadi concern (kepedulian) kami,” kata Jose.

Menurut Asril, proses menjadi tua terjadi karena menghilangnya secara pelan-pelan kemampuan jaringan tubuh manusia untuk memperbaiki dirinya dan mempertahankan fungsi dan struktur normalnya. Apabila sudah terkena penyakit, lanjut Asril, pasien geriatri biasanya akan mengonsumsi banyak obat, lambat respons terapinya, dan sering gagal pulih kembali dari sakitnya.
*_Penurunan fungsi semua organ tubuh semakin memperberat kondisi sakit para lansia_*, sehingga sebisa mungkin harus dicegah.

Agar tetap berdaya nantinya di usia senja, generasi muda diajak, antara lain, untuk *mengurangi berat badan, makan gizi seimbang, menggerakkan tubuh secara teratur, dan mengawasi kesehatan dengan cek kesehatan berkala* . Selain perilaku hidup sehat sejak dini, setiap lansia juga harus tetap beraktivitas kerja sehari-hari. ”Kalau saya satu minggu enggak keluar rumah dan beraktivitas, bisa sangat terganggu pikiran saya. Paling-paling cukup pergi ke rumah cucu setir mobil sendiri,” kata Toni Hartono (79) yang pernah menjabat Ketua 2 Komisi Nasional Lansia.

Ditemui secara terpisah di acara kumpul Komunitas Sahabat Lansia Tangguh pada Kamis (9/8), Toni mengatakan bahwa para lansia yang tinggalbersama keluarga dan terpisah dari komunitas sesama lansia biasanya akan mengalami keterasingan. Keterasingan di tengah keluarga bisa saja terjadi karena adanya jurang antargenerasi yang memisahkannya dengan anak dan cucu.

”Anak cucu main gadget. Ngobrol enggak saling 
ngerti. Di meja makan enggak berkomunikasi. _Pressure_ (tekanan) lebih tinggi yang tinggal sendiri. Masalah psikologis juga jadi hambatan yang luar biasa,” tuturnya menambahkan.

Psikolog Prof (Em) Dr Saparinah Sadli (90) menyebut bahwa kesehatan pada lansia meliputi tak hanya kesehatan fisik, tetapi juga emosional dan sosial. ”Lansia tangguh adalah mereka yang sehat seluruhnya. Orang tua pasti punya penyakit meski sakit harus mandiri. Tetapi tetap menyesuaikan diri dengan kondisi fisiknya,” kata Saparinah.

*Negara terhormat*
Prof Dr dr Siti Setiati SpPD -KGER MEpid FINASI dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang juga Ketua Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia menyebutkan, dari 25-30 juta warga lansia (berusia minimal 60 tahun), hanya *13,2 persen lansia yang sehat,*
25 persen lansia renta, dan 61,6 persen kondisinya prarenta. ”Yang namanya *sehat di masa tua sangat bergantung pada MASA MUDANYA*. Kesehatan pada lansia ibarat _life cycle_ (siklus hidup) dimulai sejak kanak-kanak,” kata Setiati.
*Usia panjang tidaklah akan ada artinya apabila kemudian menjadi tidak berguna dan tidak bahagia*.