Minggu, 22 Maret 2020

Herd Immunity dor Corona

HERD IMMUNITY DAN KONSEKUENSI

Maju mundur saya mau nuliskan ini. Sudah sejak dua hari lalu. Takut disalah artikan. Karena teori dan pilihan skenario ini berat. Nampaknya gak ada pilihan lain.

Kemarin saya gak memproduksi tulisan apa-apa. Diam. Banyak diskusi dengan seorang Mahasiswa Doktoral di Univ Pisa Italia. Diskusi juga dengan sahabat yang lagi nemenin istrinya S3 di Belanda. Bincang juga dengan Dokter yang lagi ambil Sub Spesialis di Kobe Jepang. Simpulannya sama : Herd Immunity.

Sebelum saya menuliskan skenario ini. Saya ijin menyampaikan disclaimer dulu. Saya orang awam. Bukan ahli apa-apa.

Latar belakang pendidikan sempet kuliah engineering. Sempat doank. Jadi tulisan saya boleh dikritik, karena saya bukan virolog, bukan juga dokter klinis, atau expert di bidang corona. Jadi dalam membaca tulisan saya, jangan begitu percaya. Tulisan orang awam. Biasa aja.

Saya menulis ini karena dorongan banyak temen-temen. Saya menyadari punya kemampuan menulis. Maka niatnya membantu orang lain mudah faham. Maka saya menulis, agar kemudian kita memahami jalan keluar dari kabut gelap kedepan.

Bombardir pertanyaannya selalu sama.

Menurut ente kapan Rend ini berakhir?
Vaksin bakalan bener ada atau nggak?
Ini jalan keluarnya kira-kira bagaimana ya?

Dan seterusnya.

Pertanyaan itu yang membuat saya tenggelam dalam berbagai literatur ilmiah. Dalam dan luar negeri. Hingga website resmi corona virus yang berbahasa Italia itu saya coba terjemahkan satu-satu istilahnya di grafik. Capek memang.

Pertanyaan itu pula yang menggiring kepala saya pada satu skenario paling mungkin di Indonesia : Herd Immunity.

*****

Agar kita bisa memahami tentang pilihan sulit ini, ijinkan saya membahas tentang apa yang dilakukan Wuhan, Korsel dan Italia. Versus dengan apa yang dilakukan Iran.

Di Wuhan, Korsel dan Italia, skenario Lockdown terbukti berhasil. Karena memang warganya dan pemerintahnya punya kapasitas.

Warganya punya tabungan untuk hidup kedepan. Warganya teredukasi. Hampir semua connected. Jadi komunikasi keputusan negara mudah.

Beda kayak di negeri ini, masih ada yang belum terjangkau internet. Adapun punya smartphone dan internet, aplikasinya joget. Gak bisa akses info ilmiah.

Pemerintah Cina dan Italia juga punya sumber dana. Ngasih diskon. Ngasih bantuan. Menjaga supply pangan.

Bukan berarti Indonesia gak punya dana. Ada. Tapi gak bisa untuk segini banyak orang.

Konsep lockdown ini seperti "menghapus file". Anda seperti pukul nyamuk satu-satu.

Virus ini makhluk yang butuh inang. Butuh reservoir untuk hidup. Butuh agen. Butuh nempel di makhluk hidup agar dia bisa eksis.

Maka virus tanpa inang akan mati. Tanpa menempel di inang ia akan selesai. Begitu teorinya. Waktu bertahan tanpa inang berbeda pendapat antar ilmuwan. Gak akan saya bahas.

Wuhan, Korsel, Italia, menerapkan pola ini : virus pada manusia dipaksa mati dengan anti bodi. Virus diluar tubuh manusia dibiarkan mati, hilang, atau dibersihkan.

Yang positif di isolasi. Yang sakit berat di rawat. 

Yang nampak tidak bergejala juga di test massal. Untuk dicari yang positif yang mana. Begitu positif, di isolasi lagi.

Kenapa? Karena menjadi carrier tanpa gejala inilah yang menjadi biang gak selesainya sebaran kasus.

Maka Wuhan dan Italia sangat ketat dengan lockdown. Kalo warga korsel, tanpa disuruh pun sudah teratur lockdown. Mirip Jepang.

Mereka tahan semua orang didalam rumah. Karena andai yang didalam rumah gak ditest, virus akan mengalami masa inkubasi hingga 14 hari. Bakal mati sendiri. Apalagi Wuhan menjalani lockdown 2 bulan.

Wuhan secara strategi sebenarnya menahan interaksi sosial. Lalu membiarkan yang sebenarnya positif walau tidak dites memiliki antibodi dengan sendirinya.

Begitu juga yang dilakukan di Italia. Di lock. Diberesin satu demi satu. Hingga targetnya zero casses per day seperti Wuhan.

Secara garis bessr begitu. Hingga Wuhan hari ini memulangkan dokter-dokternya. Menutup rumah sakit darurat. Dan sudah 3 hari ini zero case covid-19. Mereka sudah statement menang atas corona.

Strateginya begitu. Total lockdown. Semua di isolasi di rumah. Disiplin.

Rumus ini akan buyar kalo yang satu nau di isolasi sementara yang lain masih keluyuran. Bubar dah skema lockdown.

*****

Sekarang kita ke negeri ini, kita buka mata dan hati ya. Saya sampaikan ini murni pendapat atas masalah kemanusiaan. Sentimen politik kita bahas nanti. Bukan saatnya.

Begini...

Ramai di linimasa ini, sahabat dominan menyerukan lockdown. Menganggap bahwa skenario Wuhan dan Italia bisa kita lakukan.

Dari apa yang saya lihat hari ini - semoga saya salah - Total Lockdown bukan skenario kita. Kecuali cuma slowdown soci distancing, bubarin keramaian. Itu masih bisa. Tapi kalo ngekep warga di rumah. Hmmm.. Susah.

Lockdown itu membutuhkan jumlah petugas yang cukup. Di Italia, polisi mondar-mandir, yang keluar tanpa keperluan didenda ratusan euro. Cek aja linimasa. Banyak beritanya.

Itu aja sudah pake polisi, terjadi puluhan ribu pelanggaran. Masih aja keluar.

Lalu kita lihat di Indonesia. Jelas sulit

Bisa dibayangkan polisi kita nahan masyarakat gak keluar rumah. yang keluar di denda. Ditilang aja ngamuk kok. Apalagi didenda untuk sekedar keluar rumah. Wah.. Chaos.

Belum lagi, di Wuhan dan Italia, mereka punya solusi, kalo diam di rumah, stay at home, work for home, makan mereka terjamin. Di Indonesia rada repot.

Di kita, kalo gak keluar rumah, makannya gimana? Seriusan ini.

Saya nulis begini bukan berarti besok Anda langsung ngumpul-ngumpul dan keluar rumah. Arah tulisan says gak kesitu.

Saya cuma ingin buka mata kita semua. Lockdown kayak Wuhan dan Itali, untuk negeri dengan sosio kultur kayak Indonesia. Gak bisa.

Rame kan di berita, udah jelas jadi suspect, malah bantu-bantu nikahan tetangga. Ditelpon sama dinkes untuk ngontrol, malah ngakunya di rumah, padahal jalan-jalan.

Itu cuma ngisolasi 1 orang aja, kita gak sanggup lho. Asli. Apalagi 271 juta jiwa di hold. Atau Jabodetabek aja deh, 25 jutaan warga, di hold gak boleh keluar rumah kompak. Gak bisa. Beneran.

Menutup event-event perkumpulan insyaAllah bisa. Meniadakan gathering ibadah bisa. InsyaAllah. Tapi kalo total lockdown. Apalagi bahasanya lockdown antar daerah. Nampak resiko sosialnya besar dan ini juga yang kayaknya ada di fikiran Pak Jokowi.

Maka bisa dilihat di Iran. Mereka masih terus aktivitas. Adanya yang terjangkit covid-19 dan sakit berat, ya mereka hadapi. Nanti saya jelaskan di tulisan berikut, kenapa Iran begitu.

*****

Keadaan diatas membuat skenario "pukul nyamuk satu-satu" gak mungkin jalan.

Kita gak bisa paksa warga didalam rumah. Kita gak bisa membersihkan pergerakan.

Akan tetap terus terjadi pergerakan massa, walau kecil. Padahal yang bergerak bisa jadi sudah positif covid-19 namun tanpa gejala apa-apa. Ini yang membuat skenario lockdown buyar.

Belum lagi dengan slowdown nya Jakarta. Dan status Jakarta menjadi episenter pendemi. Membuat banyak warga jabodetabek mudik ke kampung halaman.

Panah-panah merah sudah menyebar ke daerah. Ini seperti anak-anak muda Lombardi yang mudik ke Italia selatan. Persis.

Intinya skenario Lockdown sulit jalan.

Lalu bagaimana mengakhiri wabah ini?

Satu dua expert sudah mulai bicara. Walau malu-malu. Kecuali menteri pertahanan Israel yang pada akhirnya bicara tentang ini juga : Herd Immunity. Termasuk PM Inggris Pak Borris.

Begini,

Virus yang menjangkiti tubuh akan diserang oleh antibodi ini. Inilah tafakur mendalam kita hari ini, antibodi kita menyusun bahan baku serangan untuk virus covid-19. Khusus untuk si dia saja.

Maka muncul angka 14 harian, atau kurang, dimana antibodi kita menyusun serangan ke covid. Hingga antibodi yang khusus dibentuk untuk covid terbentuk.

Maka setelah terbentuk antibodi alami covid, tubuh kita kebal covid. Secara teori, tidak lagi bisa dijangkiti covid-19. Mudah-mudahan teorinya bener.

Nah, Ketika sudah cukup banyak masyarakat yang terjangkiti covid-19, akan terbentuk "sekawanan" manusia yang sudah kebal covid-19. Dan disaat itulah terbentuk namanya Kekebalan Kawanan : Herd Immunity.

Coba deh, buka video-video yang viral tentang melandaikan kurva. Kan disitu sudah diberitahu, bahwa pada akhirnya semua orang akan terjangkit. Tinggal kecepatan lonjakan yang gejala berat saja. Itu yang diperlambat.

Ikhtiar social diatancing kita akan kesitu arahnya. Melandaikan kurva. Memberikan waktu bagi paramedis untuk melayani yang sakit berat. Jangan sampai okupansi rumah sakit gak cukup. Maka jangan sampai yang positif covid dan gejala berat jumlahnya puluhan ribu atas satu waktu.

Teori Herd Community ini berat untuk disampaikan. Secara ilmiah, 60%-70% masyarakat akan terjangkit. Dan kemudian mayoritas yang bertahan akan membentuk antibodi alami.

Di Wuhan, mungkin gak butuh sampai 60-70 persen. Karena mereka total lockdown. Mereka sampai semprot kota pake disinfektan 2 hari sekali. memang targetnya bunuh virus. Bisa jadi juga mereka sudah nemu vaksin. Sudah di shot ke sebagian besar populasi. Itu juga bikin Herd Immunity.

Italia juga nampak cara memeranginya sama. Total Lockdown.

Namun lihatlah Iran, mereka nampaknya pake teori ini, biarkan semua terpapar pada akhirnya. Mereka gak punya kapasitas untuk lockdown. Yang ada tinggal gali kuburan massal di Qom. Ini fakta.

Nampak Iran sudah memahami tracknya. Berharap Her Immunity. 

Iran menjadi parah karena adanya embargo dari US, yang membuat alat-alat medis kurang. Iran sampai mau minjem ke IMF untuk perawatan. Skenario paparan maksimal memang butuh persiapan.

Walau skenario terpapar xepat tidak kita pilih, melihat kondisi negeri dan perilakunya, inilah yang sebenarnya akan kita hadapi.

******

Saya secara pribadi berharap, slowdown dan social distancing yang kita lakukan sekarang akan memperlambat penularan, memberikan waktu pada fasilitas kesehatan untuk bersiap. Tapi tidak bisa mencegah penularan pada semua.

Adapun waktu yang terus berjalan, semoga bisa menjadi buying time untuk menunggu vaksin.

Sampai di titik ini, Anda pembaca mungkin merasa saya mendoakan yang buruk untuk negeri. Sama sekali tidak. Ini ulasan ilmiah dari studi literatur saja. Bahwa begitulah wabah berakhir. Hampir semua orang terjangkit dan membentuk antibodi alami.

Semoga sampai disini hati tetap dingin dan optimis. Karena ini baru setengah tulisan. Berikutnya saya akan menuliskan tentang konsekuensinya.

*****

Target saya menulis ini adalah... agar kita sebagai anak bangsa bisa memitigasi konsekuensinya.

Karena inilah yang saya bisa rasakan dan simpulkan. Walau mudah-mudahan salah. Her Immunity ini skenario negeri kita.

Maka konsekuensi pertama adalah "bersiap terpapar"

Slowdown di rumah ini harus menjadikan kita pribadi yang sehat jasmani dan batin. Karena paparannya cepat atau lambat akan segera datang. Apalagi si covid ini rada bandel, cepet nular.

Makan yang bergizi , perkuat imunitas tubuh, istirahat yang cukup, olahraga gerakkan tubuh, bantu tubuh menyiapkan metabolisme yang optimum, untuk memproduksi antibodi covid secara mandiri.

Untuk urusan ini sudah banyak yang menuliskannya. Saya gak mau nulis ulang. Silakan cari sendiri.

Termasuk persiapan batin, mulailah memaafkan diri sendiri, memaafkan orang lain, saling mendoakan. Kita perlu batin yang sehat untuk masa-masa ekstrim seperti ini.

*****

Konsekuensi kedua adalah "mayoritas jadi carrier"

Dengan demografi anak negeri yang penuh anak muda. Secara statistik, masyarakat kita akan mengalami gejala ringan di anak muda. Bahkan tak bergejala. 

Maka anak muda negeri ini akan dominan menjadi cariier virus.

Ini juga yang harusnya diedukasi mendalam. Bahwa positif covid-19 bukan seperti positif HIV. Ini ada diberita, begitu positif covid-19 malah kabur. Salah faham kayaknya. Butuh diedukasi.

Dengan simpulan ini, saya menyarankan bangun gerakan pisahkan manula dan anak muda. untuk usia 50 tahun keatas, jangan sampai berbaur dengan yang muda.

Inget gak, 60-70% harus terpapar virus agar terbentuk Herd Immunity.

Kita siasati saja. 60% yang terjangkit itu biar anak muda saja. Kemungkinan illnes beratnya kecil. Dibawah 10%. Begitu kata lietaratur ya. Cross cek aja. Gak maksud sok tau.

Ini juga termasuk pada resiko kerja. Untuk di rumah sakit misalnya. Dokter senior, konsulen senior, mundur aja ke belakang meja. Kontrol dari jauh. Komando dari meja. Jadi penasehat dan pengarah ke dokter-dokter yang under 50. Seriusan ini. Bisa gak kira-kira. Atau etis gak kira-kira.

Karena kalo pola paparan mayoritas ini kena ke generasi elder negeri ini, ini yang membuat tingkat kematian tinggi seperti Italia.

Pada orang tua, pada masayikh itu terdapat kemuliaan dan kebaikan, kita sangat perlu keberadaan mereka untuk tetap sehat dan mendoakan kita. Mengarahkan. Dan menasehati.

Baca data yang jujur. China 2M populasi, Italia 60 juta Populasi. Angka kematian di Italia sudah melebihi Cina akan covid. Ini karena para manula gak segera dipisahkan dengan yang muda.

*****

Konsekuensi ketiga "Siapkan Fasilitas Medis"

Angka ilmiahnya sudah ada. 60% Terjangkit. Mayoritas tanpa gejala.

20% gejala ringan. Bisa isolasi mandiri.

10% gejala berat yang dimana sepertiganya diprediksi meninggal. Maka muncul angka kematian 3%.

Coba simulasi aja. Gak nakut-nakutin, agar kita bersiap.

Barusan saya sudah ketik simulasi angkanya. Tapi saya gak tega. Jadi saya hapus lagi. Hitung saja sendiri ya.

Intinya,....

Jangan sampai kayak Italia hari ini, kaget gak ada tempat rawat. Padahal Italia ini negeri yang kesehatan gratis. Kesehatan ini jadi nomor 1 perhatian. Ujian memang. Kita doakan segera berlalu.

Akhirnya sibuk bangun tenda darurat. Sibuk nyari gedung untuk rumah sakit. Full sampe lorong-lorong kepake semua.

Kita jangan sampai kaget di akhir. Mumpung ada waktu, siapin aja dari sekarang.

Jangan nunggu intruksi pemerintah, sediakan aja secara swadaya dari arus bawah. Siapin bangunannnya. Bed nya. Pelan-pelan.

Dengan skenario terpapar 60% populasi, lebih baik mumpung ada waktu kita bersiap. Karena jumlah penduduk kita 4,5 kali Italia. Beneran.

Saya sudah teriak-teriak berkali-kali, kalo pendekatan pencegahan/preventif gak bisa, ya sudah fokus pengobatan.

Maka saya membaca langkah Pak Jokowi, beliau sebenernya menuju pada Herd Immunity.

"5 juta obat sudah dibeli"

Ini sudah langkah pengobatan. Adapun ceramah tentang pembatasan gerak, hanya normatif.

"Mohon pada pemerintah daerah untuk memperhatikan prosedur kesehatan"

Tafsirnya luas. Tapi kalo niat ngobatin, jelas, beliau impor obat. Jelas sudah arahnya.

Wisma Atlet towernya akan dijadikan rumah sakit darurat.

Ada pulau yang disiapkan jadi pulai isolasi.

Arah pemerintah ini nampak bersiap mengobati dan merawat ketimbang melockdown. Karena perhitungannya bisa jadi kita banyak anak muda, memang yang diharapkan antibodi alami anak negeri yang bekerja. Lalu selamatkan yang elder.

Maka konsekuensi ketiga ini perlu kita dalami.

Satu masjid satu rumah sakit darurat.
Pak Erick Tohir saja sudah calling relawan. Oprec relawan secara nasional. Ndak lama lagi akan banyak program wakaf dan infaq alat medis.

Memang kesitu arahnya. Virus akan memapar ke mayoritas anak bangsa. Biarkan Herd Immunity terbentuk dengan sendirinya.

Yang perlawanan antibodinya tanpa gejala ya alhamdulillah.

Yang sakit ringan-sedang bisa isolasi mandiri di rumah. Semoga rumahnya ada. repot kalo yg gak punya rumah, kamarnya gak cukup, perlu ada rumah isolasi tambahan.

Yang sakit berat, semoga fasilitas kesehatan kita bisa obati dan tanggulangi.

Dan semoga angka kematian rendah. Angka 8,5% death rate itu karena di kita belum banyak yang test covid. Kasihan Pak Jokowi, jadi bulan-bulanan data yang kurang representatif.

Saya yakin death rate kita kecil. Coba saja nanti mass rapid test. Akan banyak yang positif tanpa gejala. dan death rate akan kecil sekali.

*****

Panjang ya.. Saya juga sampe keram ini nulisnya. Maaf.

Semoga Herd Immunity segera terbentuk untuk negeri ini.

Segera kita beraktifitas lagi.

Segera kita belanja lagi ke kaki lima, gerakkan ekonomi UMKM.

Segera kita wisata domestik lagi, lakukan economic transfer antar daerah.

Segera kita produksi apa-apa yang gak di impor lagi. Mumpung negeri orang lagi restart pabrik, mumpung gak ada yang berani ke Indonesia.

Segera kita bangun negeri, dunia lagi de-globalisasi. Sekat-sekar antar negara makin keras dan tebal.

Bagus aja itu mah... Kesempatan kita urus diri kita sendiri. Nanam bawang putih sendiri. Nanam padi sendiri. Bikin baju sendiri. Wassalam import. Ahlan wa sahlan kemandirian negeri.

Segeralah terbentuk wahai Herd Immunitiy.

URS

*******

Tulisan ini adalah bentuk muhasabah keras untuk anak negeri, jika kita tidak bisa se serius Wuhan dan Italia, maka skenarionya akan menuju Herd Immunity dengan alami.

WARNING :
Yang mengcopy tulisan saya ke grup-grup WA, mohon sertakan link source utama, agar para pembaca dapat melihat dialektika diskusi di kolom komentar.

Nampak akan ramai.


#AllahMahaKuat
#MomenKebangkitanNegeri
#HerdImmunity
Arah proses penanganan corona di Indonesia konsep yang sama diterapkan seperti iran

Corona analisa

*EGOISME DALAM BERAGAMA*
Oleh Maulana M. Syuhada
Sumber: https://bit.ly/3aca7un

80% dari total 8.652 kasus positif Covid-19 yang terjadi di Korea Selatan bersumber hanya dari satu orang, ibu-ibu (61 tahun) yang menunjukkan gejala Covid-19 namun ketika diminta memeriksakan dirinya ke dokter malah “ngeyel” dan pergi beribadah ke gereja. Jadilah gereja Shincheonenji di kota Daegu menjadi pusat penyebaran virus [1]. 

Kasus Covid-19 pertama kali terkonfirmasi di Korea Selatan pada 20 Januari 2020 ketika seorang warga China (35 tahun) yang baru terbang dari Wuhan diisolasi di bandara Incheon, Korea Selatan. Korsel mampu menangani penyebaran wabah ini dengan baik. Dalam 4 minggu hanya 30 orang yang terinfeksi. Tapi ini semua berubah drastis ketika ditemukan pasien No. 31, si ibu yang “ngeyel” tadi. Ibu tersebut bertanggung-jawab terhadap 6 ribu orang lebih yang terinfeksi di Korea Selatan alias 80% dari kasus di negara tersebut. Satu negara dibuat repot hanya karena perilaku “ngeyel” dari seorang warganya.

Di Malaysia, tabligh akbar yang diselenggarakan oleh Jamaah Tabligh di Masjid Sri Petaling Kuala Lumpur pada 28 Februari hingga 1 Maret menjadi sumber penularan virus Corona. Hampir 2/3 dari total 673 kasus Covid-19 di Malaysia terkoneksi dengan acara tabligh akbar tersebut [2] . Celakanya, dari total 16 ribu jamaah yang hadir dalam tabligh akbar tersebut, 1.500 diantaranya berasal dari luar Malaysia, termasuk 700 orang dari Indonesia, 200 orang dari Filipina dan 95 orang dari Singapura [3] . Malaysia pun menjadi hot spot penyebaran virus Corona di Asia tenggara. 

Perlu waktu lebih dari satu minggu hingga gejala infeksi virus mulai terlihat. Tanggal 9 Maret, Brunei mengumumkan kasus Covid-19 pertama di negara tersebut, seorang jamaah (53 tahun) yang ternyata mengikuti tabligh akbar di Malaysia. Satu minggu kemudian kasus Covid-19 di Brunei melonjak menjadi 50 orang, dimana 45 orang di antaranya adalah peserta tabligh akbar di Malaysia [4] . Ada 12 orang WNI yang terinfeksi Covid-19 di Malaysia, dan semuanya adalah peserta tabligh akbar [5] . Pada 17 Maret 2020, warga Malaysia (34 tahun) peserta tabligh akbar meninggal dunia [6] , satu dari hanya dua kasus kematian di Malaysia, pemerintah Malaysia pun mengumumkan lockdown. Per hari ini, sudah 1.030 penduduk Malaysia yang positif Covid-19, tertinggi di Asia Tenggara [7] .

Tidak sampai tiga minggu kemudian, jamaah tabligh yang sama kembali melakukan acara, Ijtima Dunia Zona Asia 2020, di kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Rabu, 18 Maret 2020, panitia mengkonfirmasi sudah 8.694 jamaah yang hadir, termasuk 411 orang Warga Negara Asing (WNA) dari 9 negara [8][9]    . Setelah koordinasi yang alot antara pemerintah dan panitia, akhirnya acara dibatalkan [10] . Pemprov Sulawesi Selatan mengisolasi 411 WNA, sementara 8 ribu peserta lainnya secara bertahap pulang ke daerahnya masing-masing [11] .

Di Kabupaten Manggarai, NTT, pentasbihan Uskup Ruteng Mgr Siprianus Hormat tetap digelar walaupun sudah dihimbau untuk ditunda [12] . Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo melalui Kepala BNPB menyampaikan permintaan ini kepada Keuskupan Ruteng dan Bupati Ruteng. Namun acara tetap digelar dengan alasan sudah terjadwal beberapa bulan lalu [13] . Kamis, 19 Maret 2020, sekitar 6.000 umat Katolik menghadiri misa besar ini termasuk 37 uskup dari seluruh Indonesia dan pejabat Kongres Wali Gereja Indonesia (KWI) [14] .

Tadinya saya berpikir, se-level uskup yang sangat paham agama, akan berbesar hati dan menunda acara pentasbihan ini. Ia akan tampil ke muka dan berkata, “Walaupun sudah berbulan-bulan kami persiapkan semuanya, namun demi kemanusiaan kami akan tunda acara ini!” Bukankan kita beragama agar dapat memanusiakan manusia. Namun saya salah. Acara ritual ternyata lebih penting daripada kemanusiaan. Ajaran cinta kasih pada sesama manusia yang selama ini didengung-dengungkan hanya sebatas retorika di atas mimbar.

Di halaman Masjid Agung Bandung, sekelompok orang mencopot dan menurunkan baligo yang berisi maklumat bahwa untuk sementara waktu DKM tidak menyelenggarakan sholat Jumat dan sholat wajib berjamaah. "Turunkan saja, DKM jangan takut enggak digaji, jangan takut sama Ridwan Kamil. Takut ke Gusti Allah," tutur salah seorang peserta aksi [15] . Padahal Majelis Ulama Indonesia (MUI), NU dan Muhammadiyah, sudah mengeluarkan fatwa agar sholat jamaah diadakan di rumah, dan sholat Jumat diganti dengan sholat zhuhur [16]  [17]  [18] .

Tidaklah mengherankan jika sebagian masyarakat masih ngeyel dan tetap datang ke masjid, karena sekelas mantan Pangab, Jenderal (pur) Gatot Nurmantyo, justeru menggaungkan gerakan memakmurkan masjid dan salat berjemaah di tengah wabah virus Corona.

"Sepertinya ada yang keliru..?? Di negeri asalnya covid-19-cina, yg penganut paham komunis dan sebagian besar tdk beragama beramai-ramai mendatangi Masjid dan Belajar Berwudhu hingga mengikuti Sholat Berjamaah,” tulis Gatot [19] . Namun, lanjutnya, di negeri mayoritas muslim justru sebaliknya, malah ramai-ramai menggaungkan fobia terhadap masjid. Ini seakan-akan masjid sebagai sumber penularan COVID-19. Lantas, menurutnya, apakah mal, gereja, vihara, kelenteng, hingga lift sarana umum 'lebih aman' daripada masjid?" [19]

Hal senada juga diungkapkan oleh Pendeta Dr. Yakub Nahuway dalam sebuah kebaktian, “Sekarang gereja melarikan diri dari kenyataan dan tidak menjadi sahabat. Beberapa gereja besar di Jakarta meliburkan jemaah hanya karena virus Corona. Mereka menampakkan diri bahwa Tuhan kalah dengan virus … Hidup kita bukan di tangan virus. Virus punya mata. Sasaran dia hanyalah orang-orang yang jauh dari Tuhan. Orang yang dekat dengan Tuhan dilindungi di bawah kepak-Nya!” [20] 

Ustad Abdul Somad (UAS) dalam salah satu ceramahnya, berkata bahwa Corona adalah tentara Allah, dan orang Uyghur tidak terkena virus ini karena mereka berwudhu.
“Macam-macam tentara Allah datang. Adapula tentara yang terakhir ini bernama Corona. Orang yang berada di Uyghur, tak terkena virus ini. Banyak orang terheran-heran. Apa sebab? Salah satu sebabnya karena mereka berwudhu. Setiap hari mereka membasuh tangan. Virus tidak akan terkena kepada orang yang selalu menjaga kesucian," ujar UAS [21] .

Padahal kita semua tahu bahwa banyak saudara kita yang muslim di berbagai negara, termasuk suku Uyghur di Xinjiang, dan mereka yang suka berwudhu, menjadi korban keganasan virus Corona. Inilah yang terjadi jika pemuka agama, baik ustad maupun pendeta, berceramah namun tanpa ilmu pengetahuan. 

Dalam salah satu video, di hadapan puluhan jamaah tabligh, seorang penceramah berkata, "Baru satu macam virus Corona datang, seluruh dunia geger. Gampang itu selesaikan Corona, kirim jamaah ke tempat Corona. Virus Corona takut sama jamaah. Jamaah hanya takut kepada Allah SWT. Jamaah tidak takut dengan Corona!" [22]  
Semua pun tahu, dua kematian pertama di Malaysia, salah satunya adalah jamaah yang menghadiri tabligh akbar (Ijtima Jamaah Tabligh) yang telah menginfeksi 2/3 dari negara tersebut.

Mungkin inilah yang disebut dengan egoisme dalam beragama, melakukan ibadah tanpa peduli dengan keselamatan manusia lainnya. Sama halnya dengan ibu-ibu di kota Daego Korsel di awal artikel, ia datang ke gereja untuk beribadah. Ia merasa sedang berbuat kebaikan, namun nyatanya ia sedang menciptakan madharat untuk 6 ribu orang, menjadi malapetaka untuk negaranya. Begitu pula halnya dengan para peserta tabligh akbar di Malaysia, peserta ijtima di Gowa, Sulsel, ataupun para uskup yang menggelar pentasbihan di NTT. Mereka tidak peduli dengan kepentingan masyarakat banyak. Sangat ironis memang, jika beragama malah jadi menjauhkan kita dari kemanusiaan.

Masa inkubasi virus adalah 14 hari. Dan selama itu orang yang membawa virus (carrier) bisa tampak sehat, normal seperti orang sehat pada umumnya. Supaya orang-orang sehat yang membawa virus ini tidak menularkan lebih jauh ke orang lain, maka pemerintah mengambil kebijakan “social distancing” agar kita tidak berkumpul di kerumunan, di sekolah, di kampus, di cafe, di mal, dan termasuk di masjid, karena ia bisa jadi pusat penularan. Itulah mengapa sekolah dan kampus diliburkan, para pekerja dihimbau untuk bekerja di rumah, dan pergerakan di luar rumah diminimalisir sekecil mungkin.

Bayangkan jika ada satu orang saja jamaah yang tampak sehat tapi pembawa virus (carrier) kemudian dia sholat di masjid. Kemudian dia menularkan kepada 10 orang di masjid tersebut. Sepuluh orang yang tertular tidak akan tahu dia tertular sampai dua minggu ke depan (karena perlu 14 hari untuk inkubasi virus). 

Kesepuluh orang ini pulang ke rumahnya masing-masing, dan mereka akan menularkannya kepada keluarganya, kepada isteri dan anak-anaknya, kepada setiap rekan kerja di kantornya. Rekan kerjanya di kantor akan membawa pulang kepada keluarganya, isteri dan anak-anaknya, juga kepada setiap orang yang ia temui dari tempat kerja ke rumahnya, di setiap tombol lift yang ia pencet, di handel pintu yang ia buka, di tiang KRL yang ia pegang, dsb. Begitulah efek berantai dari penyebaran virus tadi. Dari 1 orang, dapat menyebar ke 10 orang, kemudian ke 100 orang, kemudian ke 1.000 orang, dan seterusnya. 

Itulah mengapa setelah tabligh akbar di Malaysia semua orang merasa sehat. Baru 2 minggu kemudian terkuak bahwa ratusan dari mereka terinfeksi Covid-19.

Bupati Bogor mengkonfirmasi bahwa seorang ibu (67 tahun) yang meninggal hari Rabu kemarin tertular dari anaknya yang masih muda (35 tahun). Anaknya ini tertular dari pasien no.1 asal kota Depok [23] . Keberadaan Covid-19 ini tidak diketahui sampai 3 minggu kemudian. Kontak pertama sang anak dengan pasien no. 1 tanggal 25 Februari. Ia sempat demam, namun tiga hari kemudian sembuh. Tanggal 28 Februari ia tetap masuk kerja dengan menggunakan transportasi umum, ojol, KRL, MRT dan Transjakarta. Pada 7 Maret 2020 yang bersangkutan mulai merasakan napas berat lalu diperiksa darah oleh RS Persahabatan. Selanjutnya, pada 14 Maret 2020 dilakukan pemeriksaan kembali, lalu pada 16 Maret 2020 yang bersangkutan mengeluh sakit sendi.

Adapun ibunya, pada 27 Februari mengikuti sebuah seminar di Jakarta. Esoknya ia terkena diare dan tanggal 29 Februari, yang bersangkutan periksa ke dokter di Jakarta. Kemudian minum obat selama 4 hari tapi belum sembuh. Kontrol lagi, minta dirawat ke rumah sakit, saat itu didiagnosa typhoid. Lalu pada 10 Maret 2020, yang bersangkutan dirawat di rumah sakit. Setelah diuji lab dan rontgen paru, ada infeksi baru dengan diagnosa pneumonia. Tanggal 14 Maret sang ibu dites, dan tanggal 16 Maret keluar hasilnya positif Covid-19. Dua hari kemudian sang Ibu meninggal dunia [23].

Kita yang muda dan sehat, bisa jadi sembuh setelah terinfeksi Corona. Namun mereka yang sudah lanjut usia dan memiliki riwayat sakit beragam akan sangat rentan terhadap virus ini. Menghindari kerumunan bukan berarti hanya menjaga diri kita dari virus, tapi menjaga orang tua kita, menjaga orang tua-orang tua dari teman-teman kita, tetangga-tetangga kita, dan seterusnya.

Di Iran setiap 10 menit satu orang meninggal dunia karena virus Corona. Total yang meninggal di Iran sudah mencapai 1.556 dari 20.610 yang terfinfeksi [24] . Di Italia, dalam 24 jam terakhir 627 orang meninggal dunia karena Corona, menaikkan jumlah yang meninggal di Italia ke angka 4.032 orang dari total 47.021 orang yang positif [25] . 

Sebaliknya di China, sedikit demi sedikit kehidupan berangsur normal. Selama tiga hari berturut-turut tidak ada penambahan kasus baru Covid-19 di China secara internal [26] . 41 kasus yang terjadi dalam 24 jam berasal dari mereka yang kembali bepergian dari luar China. China mulai mengalihkan fokus bantuannya ke luar negaranya. Dalam beberapa minggu terakhir China sudah mendonasikan testing kit kepada Kamboja, mengirimkan berkapal-kapal ventilator, masker dan tenaga medis ke Italia dan Perancis, dan berjanji akan membantu Filipina, Spanyol dan negara-negara lainnya, juga memberangkatkan tenaga medisnya ke Iran dan Iraq [27] . Presiden Serbia, Aleksandar Vucic, dalam siaran TV-nya ketika mengumumkan keadaan darurat di negerinya berkata, “European solidarity does not exist. That was a fairy tale on paper. I believe in my brother and friend Xi Jinping, and I believe in Chinese help.” [28] 

Di Indonesia, per-hari ini sudah 450 kasus terkonfirmasi dengan jumlah kematian sebesar 38 orang. Hasil studi teman-teman di jurusan Matematika FMIPA ITB [29] , menunjukkan bahwa profil epidemi di Korea Selatan adalah yang paling mirip dengan Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain. Hasil simulasi berdasarkan kurva Richard, puncak epidemi di Indonesia diproyeksikan akan terjadi pada akhir Maret dan berakhir pada pertengahan April, dengan jumlah kasus lebih dari 8.000. Yang perlu digaris bawahi dari hasil ini adalah, profil hasil diatas diperoleh dengan menggunakan parameter model hasil estimasi dari Korea Selatan. Hasil di atas harus dibaca dengan memahami parameter dan asumsi yang digunakan di paper tersebut.

Korea Selatan menerapkan strategi tes massal [30]  dengan jumlah tes mencapai 20 ribu orang per-hari [31]  Dengan dilakukannya tes masal, otoritas kesehatan Korsel bisa mendapatkan informasi yang cepat dan melakukan pelacakan secara agresif terhadap orang yang diduga terpapar [32] . Korsel berhasil mengatasi epidemi virus Corona dengan angka kematian hanya 1%, 102 meninggal dari total 8.799 kasus per 21 Maret 2020 [33] .

Pemerintah Indonesia sudah memutuskan menerapkan “social distancing” dan tes masal. Tugas kita adalah bersatu, bersama-sama mensukseskan penerapan kebijakan ini. Para tenaga medis tanpa lelah berjuang di garda terdepan, mempertaruhkan jiwa mereka, menangani para pasien. Hingga kemarin sudah 25 tenaga medis terinfeksi Covid-19 dan satu orang meninggal dunia. Hal paling sederhana yang bisa kita lakukan untuk membantu perjuangan mereka adalah dengan belajar, bekerja dan beribadah di rumah, menghindari kerumunan dan menjaga jarak, menjaga kesehatan dan kebersihan, serta mebiasakan diri mencuci tangan.

Mereka yang tetap berkumpul di tempat publik seperti berkumpul di masjid, di gereja, di wihara, di pura, nongkrong di warung, di cafe, di mal, dsb., sungguh mereka sangatlah egois, mereka tidak peduli dengan keselamatan orang lain. Yang kita perlukan sekarang adalah kebersamaan dan solidaritas. Mari kita maksimalkan ikhtiyar seraya terus menyelipkan doa-doa di antara sholat-sholat dan ibadah kita, dan bertawakkal kepada-Nya. Jika kita disiplin dan kompak, bersatu, bersama-sama mencegah meluasnya penyebaran virus ini, insya Allah kita akan bisa berhasil mengatasi epidemi ini.

Wallahu’alam.
mms.

PS: Terima kasih kepada sahabatku, Sofyana Ali Bindiar, yang sudah memberikan inspirasi ide terhadap judul artikel.
Foto: Alberto Saiz (AP)
External link: https://pepnews.com/humaniora/p-315854837879482/egoisme-dalam-beragamal

*REFERENSI*

[1] The Korean clusters: How coronavirus cases exploded in South Korean churches and hospitals
https://graphics.reuters.com/CHINA-HEALTH-SOUTHKOREA-CLUSTERS/0100B5G33SB/index.html
[2] How Sri Petaling tabligh became Southeast Asia's Covid-19 hotspot
https://www.nst.com.my/news/nation/2020/03/575560/how-sri-petaling-tabligh-became-southeast-asias-covid-19-hotspot
[3] MOH identifying 95 Singaporeans at mass religious event in Malaysia after COVID-19 cases confirmed: Masagos
https://www.channelnewsasia.com/news/singapore/moh-95-singaporeans-religious-gathering-malaysia-covid-19-12530660
[4] Coronavirus COVID-19 cases spiked across Asia after a mass gathering in Malaysia. This is how it caught the countries by surprise
https://www.abc.net.au/news/2020-03-19/coronavirus-spread-from-malaysian-event-to-multiple-countries/12066092
[5] Kemlu koreksi jumlah WNI positif COVID-19 di Malaysia
https://www.antaranews.com/berita/1369202/kemlu-koreksi-jumlah-wni-positif-covid-19-di-malaysia
[6] How a 16,000-Strong Religious Gathering Led Malaysia to Lockdown
https://www.bloomberg.com/news/articles/2020-03-17/how-a-16-000-strong-religious-gathering-led-malaysia-to-lockdown 
[7] Portal Resmi Kementerian Kesihatan Malaysia
http://www.moh.gov.my/index.php/pages/view/2019-ncov-wuhan
[8] Ijtima Dunia 2020 Zona Asia Dibatalkan, Panitia: Kami Ikuti Arahan Pemerintah
https://nasional.kompas.com/read/2020/03/19/11404941/ijtima-dunia-2020-zona-asia-dibatalkan-panitia-kami-ikuti-arahan-pemerintah 
[9] BNPB Konfirmasi 8.000 Peserta Ijtima Dunia Sudah Tiba di Gowa
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200318201057-20-484733/bnpb-konfirmasi-8000-peserta-ijtima-dunia-sudah-tiba-di-gowa 
[10] 6 Hal Terkait Ijtima Dunia Zona Asia 2020 di Gowa yang Ditunda
https://www.liputan6.com/news/read/4206136/6-hal-terkait-ijtima-dunia-zona-asia-2020-di-gowa-yang-ditunda 
[11] Pemprov Sulsel Pulangkan 8.223 Peserta Ijtima Dunia, 411 WNA Diisolasi
https://news.detik.com/berita/d-4945252/pemprov-sulsel-pulangkan-8223-peserta-ijtima-dunia-411-wna-diisolasi
[12] Diimbau Ditunda, Pentahbisan Uskup Ruteng Tetap Digelar
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200319081813-20-484797/diimbau-ditunda-pentahbisan-uskup-ruteng-tetap-digelar 
[13] Ini Alasan Misa Penahbisan Uskup Ruteng Tak Bisa Ditunda
https://regional.kompas.com/read/2020/03/19/12213691/ini-alasan-misa-penahbisan-uskup-ruteng-tak-bisa-ditunda?page=all 
[14] Misa Uskup Ruteng Tetap Digelar, Rohaniawan dan Tamu Diukur Suhu Tubuh
https://www.vivanews.com/berita/nasional/41222-misa-uskup-ruteng-tetap-digelar-rohaniawan-dan-tamu-diukur-suhu-tubuh?medium=autonext
[15] Viral Massa Teriak Jihad Copot Spanduk Tak Gelar Jumatan di Masjid Raya Bandung
https://kumparan.com/kumparannews/viral-massa-teriak-jihad-copot-spanduk-tak-gelar-jumatan-di-masjid-raya-bandung-1t3xPfin9Fo
[16] MUI Sarankan Shalat Jumat Sementara Diganti Shalat Zhuhur
https://republika.co.id/berita/q7egbk467/mui-sarankan-shalat-jumat-sementara-diganti-shalat-dzuhur 
[17] NU dan Muhammmadiyah Imbau Umat tidak Shalat Jumat di Masjid
https://republika.co.id/berita/q7h73k366/nu-dan-muhammmadiyah-imbau-umat-tidak-shalat-jumat-di-masjid
[18] Fatwa NU: Tak Patuh Larangan Jumatan Cegah Corona adalah Maksiat
https://www.vivanews.com/berita/nasional/41444-fatwa-nu-tak-patuh-larangan-jumatan-cegah-corona-adalah-maksiat?medium=autonext 
[19] Eks Panglima TNI Gaungkan Makmurkan Masjid dan Salat Berjemaah Lawan Corona
https://news.detik.com/berita/d-4943878/eks-panglima-tni-gaungkan-makmurkan-masjid-dan-salat-berjemaah-lawan-corona 
[20] Pdt.Dr.Yakub Nahuway | Gereja Sahabat Orang Beriman
https://youtu.be/xcQ2RYuAaFc
[21] Ustadz Abdul Somad Virus Corona Adalah Tentara Allah
https://youtu.be/C6cixYXh4RM
[22] Jama'ah TABLIGH SIAP HADAPI CORONA
https://youtu.be/iV1N1G_oUuE
[23] Bupati Bogor Beberkan Riwayat Pasien Meninggal karena Corona di Bojonggede
https://bogor.pojoksatu.id/baca/bupati-bogor-beberkan-riwayat-pasien-meninggal-karena-corona-di-bojonggede
[24] 123 new coronavirus deaths in Iran; toll rises to 1,556
https://www.gulftoday.ae/news/2020/03/21/123-new-coronavirus-deaths-in-iran-toll-rises-to-1556
[25] Coronavirus: Italy and Spain record highest single-day death tolls
https://www.theguardian.com/world/2020/mar/20/behave-or-face-strict-coronavirus-lockdown-germans-told
[26] No new virus cases for 3rd straight day in Wuhan (Associated Press)
https://www.nbcnews.com/health/health-news/live-blog/coronavirus-updates-california-issues-stay-home-order-no-new-local-n1164541/ncrd1165441#liveBlogHeader
[27] China sends doctors and masks overseas as domestic coronavirus infections drop
https://www.theguardian.com/world/2020/mar/19/china-positions-itself-as-a-leader-in-tackling-the-coronavirus
[28] Its Coronavirus Cases Dwindling, China Turns Focus Outward
https://www.nytimes.com/2020/03/18/world/asia/coronavirus-china-aid.html
[29] Data dan Simulasi COVID-19 dipandang dari Pendekatan Model Matematika
http://eprints.itb.ac.id/119/
[30] South Korea took rapid, intrusive measures against Covid-19 – and they worked
https://www.theguardian.com/commentisfree/2020/mar/20/south-korea-rapid-intrusive-measures-covid-19
[31] COVID-19 hit South Korea and the U.S. on the same day. Here's what Korea did right.
https://theweek.com/speedreads/903293/covid19-hit-south-korea-same-day-heres-what-korea-did-right
[32] Special Report: How Korea trounced U.S. in race to test people for coronavirus
https://www.reuters.com/article/us-health-coronavirus-testing-specialrep/special-report-how-korea-trounced-u-s-in-race-to-test-people-for-coronavirus-idUSKBN2153BW
[33] Coronavirus COVID-19 Global Cases by the Center for Systems Science and Engineering (CSSE) at Johns Hopkins University
https://gisanddata.maps.arcgis.com/apps/opsdashboard/index.html#/bda7594740fd40299423467b48e9ecf6