Kamis, 19 Maret 2020

politik Dibelakang Corona

[3/18, 05:21] Jenny Aman2: Oleh: Ndaru Anugerah

Apakah kita perlu panik tingkat dewa dalam menyikapi COVID-19?

Mungkin pernyataan Menkes Terawan yang menyatakan bahwa COVID-19 akan sembuh dengan sendirinya, patut dijadikan rujukan, walaupun terkesan sepele.

Kenapa?

Pertama, Terawan adalh sosok dokter, dan kedua beliau sekaligus sosok militer yang tahu pasti skenario apa yang sesungguhnya sedang dijalankan lewat panik global yang dipicu oleh munculnya COVID-19 tersebut.

Lewat tulisan ini, sebagai rasa peduli saya kepada bangsa ini, saya akan coba mengulas secara lengkap tentang COVID-19 ini dari awal hingga bagaimana kemungkinan skenario akan dikembangkan ke depannya.

Karena panjangnya informasi yang akan saya sajikan, terpaksa tulisan ini akan saya potong menjadi 2 bagian.

Pada bagian pertama saya akan mengulas tentang skenario awal dan asal muasal COVID-19. Pada tulisan kedua nanti, saya akan analisa bagaimana kemungkinan skenario akan berlanjut.

AS, Juli 2019. Seorang anak muda di Baltimore sana, tengah mengisap rokok elektrik disaat santai. Tanpa disadari, setelah menghisap beberapa kali, sang pemuda lantas tersungkur dan sesak nafas.

Begitu dilarikan ke rumah sakit, ternyata sang pemuda naas tersebut divonis telah mengalami pneumonia akut akibat mengkonsumsi rokok elektrik.

Kejadian ini cepat menyebar ke 22 negara bagian di AS dengan total kematian 193 orang. Dan penyebab kematian menurut AMA (American Medical Association) adalah aktivitas vaping dari rokok elektrik.

Namun para ilmuwan AS mengatakan bahwa kalo rokok elektrik nggak akan mengakibatkan pneumonia yang berujung kematian demikian cepat. Kemungkinan yang paling masuk akal adalah kematian itu dipicu oleh sejenis virus yang mampu menginfeksi sistem paru-paru manusia.

Dengan kata lain, virus corona-lah yang paling mungkin dituding sebagai penyebabnya.

Sebelum timbulnya pandemi tersebut di seantero Amrik, fasilitas utama bio-lab militer AS di Fort Detrick, Maryland, ditutup dengan tiba-tiba oleh CDC dengan alasan yang tidak dijelaskan.

Selidik punya selidik, salah satu karyawan CDC telah tewas akibat terserang virus Corona. Padahal Directur CDC, Robert Redfield sebelumnya mati-matian lewat keterangan pers-nya, bilang bahwa penyebab kematian staf-nya adalah flu Amerika.

Flu Amerika palalu peyang!

Dan berdasarkan data, yang ditenggarai sebagai Flu Amerika tersebut telah menyebabkan kematian sekitar 10 ribu orang di AS per Agustus 2019 yang lalu. Apakah flu Amerika disebabkan virus corona? Entahlah…

Satu yang pasti, penutupan pusat penelitian senjata biologis di Fort Detrick tersebut jelas menimbulkan kecurigaan internasional.

Kenapa proses penutupannya tanpa penjelasan? Kenapa juga semua laporan yang berkaitan dengan aktivitas di Fort Detrick dihancurkan oleh CDC tanpa sisa sedikitpun?

Apalagi, kasus pandemi akibat vaping rokok elektrik, muncul ke permukaan nggak lama setelah penutupan fasilitas bio-lab tersebut.

Tanggal 18 – 27 Oktober 2019, bertempat di Wuhan, berlangsung event internasional berjudul Conseil Intenational du Sport Militaire (CISM) alias Military Word Games. Dalam ajang olimpiade militer dunia tersebut, AS mengirimkan 200 personel militernya untuk berlomba.

Event ini berakhir, tepat 2 minggu sebelum kasus Wuhan merebak. Dan 2 minggu adalah masa inkubasi virus Corona. Mungkinkah, US Army menyeludupkan virus tersebut ke Wuhan?

Pada saat yang bersamaan dengan ajang CISM, berlangsung event 201 yang digelar di John Hopkins Center for Health Security di kampus Institut John Hopkins yang terletak di Baltimore, Maryland AS.

Ajang 201 tersebut disokong penuh oleh Bill and Melinda Gates Foundation, Big Pharma (GAVI) dan nggak ketinggalan World Economic Forum (WEF).

Apa isi ajang tersebut?

Simulasi latihan pandemi tingkat tinggi yang diberi kode nCov-2019. Simulasi tersebut menghasilkan 65 juta total kematian di seluruh dunia dan membuat pasar keuangan internasional ambles sekitar 15%.

Anehnya, simulasinya kok pakai nama yang sama dengan nCov-2019 sebelum berganti nama menjadi COVID-19 saat ini? Apakah hanya kebetulan belaka?

Tidak lama berselang, tibalah saat yang ditunggu-tunggu. China bersiap merayakan hari raya Imlek. Hari yang sangat penting bagi orang China, karena saat tersebut orang biasanya berbondong-bondong pulkam untuk merayakan hari raya bersama keluarga tercinta.

Sialnya, wabah Wuhan melanda dan cepat tersebar justru ditengah keramaian hiruk pikuk orang. Imlek yang seharusnya dirayakan penuh kegembiraan, menjadi gagal total. Dan China nggak lama menerapkan status lockdown sebagai langkah antisipasi.

Dan China yang tengah leading saat trade-war digelar dengan Amrik, dipaksa mundur sejenak. Menurut kaca mata intelijen, siapa yang diuntungkan dari suatu peristiwa, dialah sosok dibalik peristiwa tersebut.

Sebenarnya, darimana asal muasal COVID-19?

Kristian Andersen seorang ahli biologi evolusi dari Scripps Research Institute, telah menganalisa urutan COVID-19 untuk merunut dari mana asal virus tersebut. Berdasarkan temuannya, dari 27 turunan virus Corona, ternyata berasal dari 1 leluhur yang sama. (25/1)

Dan menurut para peneliti Jepang yang dipublikasi oleh televisi Asahi pada Februari lalu, mereka mengklaim bahwa virus Corona awalnya berasal dari AS dan bukan dari China.

“Sebanyak 14.000 kematian di AS yang katanya disebabkan oleh influenza, kemungkinan besar justru disebabkan oleh virus Corona,” begitu bunyi siaran pers-nya.

Ini jadi masuk akal, karena hanya AS lah yang memiliki induk alias ‘batang pohon’ dari semua 27 turunan virus Corona di seluruh belahan dunia. Tak terkecuali virus Corona di Wuhan, China.

Dan semua turunan itu dikembangkan di bio-lab militer AS Fort Detrick yang telah ditutup oleh CDC pada Juli 2019 lalu.

Bagaimana skenario akan dijalankan ke depannya?

Saya akan ulas pada bagian kedua nanti.
[3/18, 05:21] Jenny Aman2: COVID-19: Vaksinasi dan Uang Digital

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian pertama tulisan, saya sudah ungkapkan tentang asal muasal dan skenario panik yang dimainkan lewat COVID-19 ini.

Skenario panik global akan memunculkan kekacauan dan juga keputusasaan. Dan menurut rumusannya, orang yang panik akan lebih mudah dimanipulasi oleh pihak yang dari awal merencanakan agendanya.

Siapa whistle blower dari panik global ini?

Tak lain adalah badan kesehatan dunia, tepatnya Tedros Adhanom Ghebreyeus sebagai Sekjen WHO saat ini. Tanpa pikir panjang, setiap negara ditekan habis-habisan dengan harapan segera menetapkan status tanggap darurat atas pandemi global COVID-19.

Siapa Tedros? Pada lain tulisan saya akan mengulasnya.

Padahal status tanggap darurat atas pandemi global COVID-19 jelas mengada-ada.

Kenapa?

Pertama, status tersebut hanya mungkin diterapkan jika dan hanya jika, tingkat kematian akibat infeksi telah mencapai angka lebih dari 12%.

Mari kita lihat datanya.

Berdasarkan data yang dirilis oleh John Hopkins University, kasus COVID-19 telah mencapai 156.112 kasus di seluruh dunia (total 141 negara), dengan 73.955 orang berhasil recover dan 5.829 orang mati (15/3). Artinya, tingkat kematiannya hanya 3,7%.

Di benua Eropa, bahkan tingkat kematiannya hanya 0,4%, dengan tingkat kematian terbesar ada di Italia yang mencapai sekitar 6,3%. Kenapa demikian banyak angka kematian di Italia? Karena Italia adalah negara kedua di Eropa yang menandatangani agreement dengan China lewat proyek BRI-nya.

Bahkan China, tempat dimana COVID-19 muncul ke permukaan, disaat peak season-nya, tingkat kematian hanya menyentuh angka 3%. Masih jauh dari angka 12%.

Dan yang kedua, para ahli biotek China dan Jepang berkali-kali mengatakan bahwa COVID-19 generasi pertama yang menghantam China dan negara-negara sekitarnya (Korea Selatan, Jepang, Hong Kong) serta korban yang terinfeksi dibelahan dunia lainnya, 99,9% merupakan genom Mongoloid.

Nah kalo China yang bergenom Mongoloid, yang awalnya disasar COVID-19 kini telah pulih, (karena mereka mengkonsumsi obat yang disebut Interferon Alpha 2B (IFNrec) yang didatangkan khusus dari Kuba), ngapain juga dunia harus panik plus pakai acara lockdown segala?

Ini artinya, status yang disematkan Tedros atas COVID-19 jelas mengada-ada alias lebay.

Apakah Tedros sebagai peniup pluit nggak punya agenda terselubung dibalik upayanya membuat situasi dunia panik? Tentu sebaliknya, Rudolfo.

Inilah yang akan saya ulas pada tulisan kedua ini.

19-25 September 2019. Bertempat di New York sebuah aliansi yang bernama ID2020 yang disponsori oleh World Economic Forum, mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi tentang Dampak Pembanguan Berkelanjutan dengan tema: “Rising to the Good ID Challenge”.

Nah hasil pertemuan tersebut kembali dimatangkan di Davos, Swiss pada Januari 2020 yang lalu.

Apa isi kesepakatan tersebut?

Mereka akan mengeluarkan platform identitas digital di seluruh dunia. Dan Bangladesh telah ditunjuk sebagai negara perintis yang akan menerapkan program tersebut pada tahun 2020 ini.

Saat WHO mengeluarkan status darurat pandemi global, apa kira-kira yang mungkin dilakukan sebagai antisipasinya? Tak lain adalah upaya vaksinasi global.

(Makanya, dalam analisa saya terdahulu, vaksin COVID-19 memang sejatinya sudah ada, tinggal dikeluarkan saja pada waktunya nanti.)

Vaksinasi global ini akan bersifat memaksa kepada semua orang karena status gawat daruratnya tadi. Kalo perlu pakai bantuan pihak berwajib atau kalo perlu militer, sekalian. Yang nggak mau divaksinasi, maka harus siap dijebloskan ke penjara atau didenda, karena telah melanggar UU darurat.

Dan kalo sudah bicara vaksinasi global, siapa yang diuntungkan secara ekonomis dengan proyek dunia tersebut? Tak lain adalah Big Pharma dan GAVI (Global Alliance for Vaccines and Immunisation). Siapa mereka, saya pernah mengulasnya. (baca disini)

Mungkin kalo kita yakin bila yang disuntikkan nanti hanya vaksin COVID-19 doang, kita bisa mahfum. Tapi kalo ada material yang lain?

Misalnya vaksin tersebut diberikan dengan tujuan terselubung yaitu untuk kontrol populasi dunia yang mulai nggak terkendali jumlahnya.

Dimasa depan, tiba-tiba muncul penyakit misterius yang bisa mengakibatkan orang-orang mati mendadak atau kejadian dimana para wanita kemudian mendadak mandul tanpa hal yang bisa dinalar akal sehat.

Kita patut curiga, mengingat Bill Gates merupakan seorang penyokong aliran kontrol over populasi.

Hal ini jadi klop saat Aliansi ID2020 merekomendasikan vaksinasi sebagai platform identitas digital.

Teknisnya?

Yang paling mungkin adalah bersamaan dengan proses vaksinasi tersebut, chip nano juga disuntikkan pada tubuh manusia. Chip nano inilah yang kelak digunakan sebagai penanda digital dengan sistem biometrik.

Tujuannya apalagi selain kontrol atas data pribadi orang diseluruh dunia. Dan yang terlebih penting adalah kontrol atas uang digital yang semuanya akan terkoneksi lewat digital ID tadi.

Jadi kalo ada orang yang berani bertindak menentang arus mainstream, maka virus dorman yang telah disuntikkan lewat vaksinasi tadi, akan diaktivasi dan orang tersebut bisa mati seketika. Atau mungkin juga rekening korannya di bank diblokir sehingga dia nggak bisa ngapa-ngapain lagi.

Jangan heran bila Dr. Tadros lewat WHO jauh-jauh hari sudah mengumandangkan seruan penggunaan uang digital sebagai pengganti uang konvensional. “Penggunaan uang (terutama uang kertas) dapat meningkatkan penyebaran virus Corona,” begitu kurlebnya.

Sampai sini paham ya, skenario yang mungkin dijalankan ke depannya.

Makanya, saya berkepentingan untuk memberi dukungan moril buat Jokowi untuk menentang upaya WHO untuk menetapkan status gawat darurat pandemi COVID-19. Dengan menetapkan status tersebut, maka akan membuka jalan badan kesehatan dunia tersebut untuk mengobok-obok Indonesia.

Ada baiknya pakde justru menggandeng China yang sudah berhasil keluar dari jebakan batman yang dibuat oleh Amrik. Setidaknya, dengan merapat ke China, langkah antisipasinya sudah berada pada jalur yang tepat.

Hopefully, this disaster will be overcome soon.

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)

Water Fasting

Water fasting atau diet air putih adalah metode diet yang dilakukan dengan hanya mengonsumsi air putih tanpa mengonsumsi makanan atau minuman lain. Namun, Anda perlu berhati-hati, karena diet ini bisa menyebabkan berbagai masalah kesehatan jika tidak dilakukan dengan benar.

Water fasting merupakan salah satu metode diet yang banyak diterapkan untuk mengurangi berat badan, menghilangkan racun dalam tubuh, hingga sebagai persiapan sebelum operasi. Selama menjalani diet ini, Anda tidak boleh mengonsumsi makanan atau minuman apa pun kecuali air putih, sehingga tidak ada kalori yang masuk ke dalam tubuh. Mengapa air putih? Karena selain tidak mengandung kalori, air putih juga terbukti sangat baik untuk kesehatan.

Metode Diet Water Fasting, Manfaat dan Bahayanya - Alodokter

Apa Saja Manfaat Diet Water Fasting?

Berikut ini adalah beragam manfaat yang dapat diperoleh dengan menjalani diet water fasting:

Ketika Anda tidak memperoleh asupan kalori selama 24 jam atau lebih, maka berat badan dapat turun 0,9 kg per hari. Selain itu, asupan air putih sebanyak 2 liter juga bisa membakar hingga 100 kalori per hari.

Namun, Anda tidak perlu khawatir tubuh Anda akan terasa lemas akibat tidak mendapatkan energi dari kalori, karena awalnya energi masih dapat diperoleh dari pemecahan glikogen yang berperan sebagai cadangan karbohidrat.

2. Menurunkan risiko penyakit jantung dan kanker

Beberapa penelitian menyatakan bahwa water fasting dapat menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida yang merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung. Tak hanya itu, menjalani diet water fasting juga diyakini dapat mencegah pertumbuhan sel kanker.

3. Menurunkan risiko diabetes

Diet water fasting dapat menurunkan risiko Anda terkena diabetes, karena tubuh tidak mendapat asupan gula dari makanan maupun minuman.

Selain itu, metode diet ini juga berperan dalam meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap hormon insulin. Insulin merupakan hormon yang berperan untuk mengatur kadar gula darah. Meningkatnya sensitivitas tubuh terhadap insulin bisa mencegah kenaikan kadar gula darah secara berlebihan.

4. Menurunkan tekanan darah

Water fasting yang dilakukan di bawah pengawasan dokter dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Sebuah studi menyatakan bahwa 82-90% orang mengalami penurunan tekanan darah setelah melakukan water fasting selama 10-14 hari.

Apa Saja Bahaya Diet Water Fasting?

Selain manfaat yang beragam, water fasting ternyata juga berbahaya jika tidak dilakukan dengan cara yang tepat. Berikut ini adalah beberapa dampak buruk dari diet water fasting:

1. Kekurangan Gizi

Karena tidak ada asupan makanan atau minuman lain selain air putih, maka tubuh berisiko mengalami malnutrisi akibat tidak ada nutrisi yang masuk ke dalam tubuh. Padahal, nutrisi yang mencakup protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral dibutuhkan oleh tubuh untuk dapat berfungsi dengan baik.

Oleh sebab itu, metode diet ini tidak dianjurkan untuk dilakukan dalam jangka waktu yang lama.

2. Dehidrasi

Walau terdengar aneh, water fasting dapat menyebabkan Anda mengalami dehidrasi. Hal ini terjadi karena 20-30% asupan cairan tubuh sebenarnya berasal dari makanan. Oleh sebab itu, meskipun Anda mengonsumsi jumlah air yang sama, tubuh Anda tetap akan kekurangan cairan.

Gejala yang dapat muncul, yaitu pusing, mual, nyeri kepala, dan sembelit. Untuk menghindari dehidrasi, Anda disarankan untuk minum lebih banyak daripada biasanya.

3. Hipotensi ortostatik

Hipotensi ortostatik merupakan kondisi yang sering dialami oleh orang yang menjalani water fasting. Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah mendadak yang terjadi saat seseorang tiba-tiba berdiri dari posisi duduk atau berbaring, sehingga menimbulkan rasa pusing dan seperti mau pingsan.

Bagaimana Cara Melakukan Diet Water Fasting?

Meski belum ada aturan yang pasti mengenai cara melakukan diet water fasting yang benar, namun agar diet ini tidak malah membahayakan kesehatan Anda, ikutilah beberapa fase berikut ini:

Fase pradiet

Apabila Anda belum pernah melakukan water fasting sebelumnya, persiapkan diri Anda 3-4 hari sebelumnya dengan makan dalam porsi kecil atau melakukan puasa beberapa jam dalam sehari.

Fase diet (24-72 jam)

Selama diet berlangsung, Anda dianjurkan untuk minum 2-3 liter air putih per hari. Diet ini dapat dilakukan selama 24-72 jam dan sebaiknya tidak dilakukan lebih dari jangka waktu tersebut tanpa pengawasan dokter, karena dapat berbahaya bagi kesehatan.

Sebaiknya, hindari aktivitas yang membutuhkan fokus penuh, seperti mengendarai kendaraan atau mengemudikan alat berat, untuk mencegah terjadinya kecelakaan atau cedera.

Fase pascadiet

Saat mengakhiri diet, Anda disarankan untuk mengonsumsi makanan kecil atau jus. Setelah itu, Anda dapat meningkatkan asupan makanan secara perlahan. Hal ini dilakukan untuk mencegah refeeding syndrome yang merupakan kondisi fatal saat tubuh mengalami perubahan cairan dan elektrolit secara cepat.

Fase ini normalnya berlangsung dalam sehari. Namun, semakin lama durasi diet yang Anda jalani, semakin lama juga waktu yang dibutuhkan oleh tubuh untuk beradaptasi sebelum dapat mengonsumsi makanan dalam jumlah besar.

Water fasting termasuk diet yang tergolong berat, sehingga tidak semua orang boleh melakukan metode diet ini. Diet water fasting tidak dianjurkan untuk ibu hamil, ibu menyusui, lansia, serta orang yang menderita penyakit tertentu, misalnya gagal ginjal, asam urat, maag, atau gangguan makan.

Konsultasikan kembali dengan dokter spesialis gizi mengenai diet sehat yang sesuai dengan kondisi kesehatan Anda. Dokter juga akan menyarankan Anda untuk menjalani pola hidup sehat, seperti mengonsumsi makanan bernutrisi, rutin berolahraga, dan menghentikan kebiasaan merokok atau minum minuman beralkohol.