Kamis, 11 Juli 2019

Papua Putih

Peranakan China serui atau Papua rambut lurus (Papua putih)

#PERANCIS ( PERANAKAN CINA SERUI )

Tionghoa Papua adalah etnis Tionghoa yang tinggal di wilayah Papua Bagian Barat, Indonesia. Seperti banyaknya kisah terabaikan tentang Indonesia Timur, kehidupan etnis Tionghoa di timur Indonesia pun jarang ditelusuri. Padahal, kehadiran dan interaksi etnis Tionghoa di wilayah ini sudah berlangsung sejak zaman perdagangan rempah-rempah. Sebuah penelitian dari negeri Paman Sam bahkan menyebut etnis Tionghoa di Papua cenderung berasimilasi jauh lebih baik dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.

Berdasar Sensus penduduk tahun 2010, jumalh populasi Tionghoa Papua adalah 2.425 ( Provinsi Papua Barat ) dan 3.405 ( Propinsi Papua )

Orang Papua akrab dengan istilah “perancis” yang merupakan akronim dari Peranakan Cina Serui. Mereka termasuk dalam keluarga besar “Papua putih” atau “Papua rambut lurus”, generasi blasteran unik yang mewarisi perpaduan ciri genetika ras mongoloid dan ras melanesia. Generasi perancis sendiri tak canggung menyebut diri mereka “Ciko”, kependekan dari “Cina Komin” atau Cina Papua. Keunikan para “perancis” ini ternyata tidak terbatas hanya pada penampilan fisik mereka saja, tetapi juga pada akulturasi budaya Tionghoa dengan budaya lokal Papua – sebuah kisah lain tentang kehidupan etnis Tionghoa yang tidak banyak terungkap.

SEJARAH
Wilayah Papua mulai muncul di peta dunia sejak abad ketujuh. Para pedagang Sriwijaya sampai ke pulau ini melalui jalur perdagangan rempah-rempah seperti pala dan lada. Buku tahunan Tiongkok menyebut Raja Sriwijaya yang bernama Maharaja Sri Indrawarman telah mengirimkan utusannya ke Kaisar Tiongkok untuk mempersembahkan bulu-bulu burung dan seorang gadis sengk’i sebagai tanda persahabatan. Sengk’i atau Jangge adalah sebutan untuk ras negrito di Nusantara saat itu. Sumber tertulis pada zaman Dinasti Tang (618-906) sudah menyebut Miliku untuk kepulauan di wilayah Maluku. Namun potensi rempah-rempah baru muncul dalam catatan zaman Dinasti Ming (1368-1643). Dalam periode Kaisar Wan-Li (1573-1619), catatan Tiongkok menyebutkan perang antara Portugis dan Belanda yang berusaha merebut pulau-pulau ini, dan pada 1618 terdapat catatan yang menyarankan untuk mendekati Sultan Tidore sebagai penguasa yang paling berpengaruh di wilayah Papua.

Sumber tertulis di atas terdukung dengan ditemukannya jejak kapak neolitik dengan teknik penggurdian yang hanya dikembangkan di Tiongkok (Kebudayaan Yang Shao), tersebarnya perunggu dongson, manik-manik, gelang kaca, serta keramik di beberapa penjuru Papua yang disinyalir berumur hampir 2000 tahun yang lalu. Masa ini akhirnya dicatat para arkeolog sebagai masa permulaan perdagangan rempah dunia.

Selain mencari rempah sebagai bumbu dapur dan obat-obatan, para pedagang Tiongkok datang ke kepulauan Maluku dan Papua untuk mendapatkan teripang, mutiara, kerang, kulit kayu masoi, cendana, gaharu dan lain-lain. Sebagai gantinya, mereka memperkenalkan besi, perunggu, keramik, pisau dan kain.

Duarte Barbosa, seorang pelaut Portugis mencatat bahwa pada tahun 1381 perdagangan di Papua tidak hanya meliputi hasil bumi, tetapi juga budak. Orang-orang Jawa mengirimkan 300 budak hitam sebagai upeti ke Tiongkok. Tahun berikutnya mereka mengirim lagi 100 budak laki-laki dan perempuan bersama dengan 75.000 peti lada dan delapan mutiara berukuran besar.

Hal lain yang menjadi daya tarik Papua di abad 17 dan 18 adalah perdangangan bulu-bulu burung. Umumnya yang paling dicari adalah burung kuning alias cendrawasih dan burung kasuari.

Bangsawan Eropa dan Amerika saat itu amat senang memakai topi yang berhias bulu burung-burung eksotis. Tren ini dilanggengkan oleh Putri Marie Antoinette yang kerap menjadi trend setter fesyen kaum elit saat itu. Tak hanya pakaian bangsawan, seragam militer kala itu pun menggunakan bulu burung sebagai hiasan. Pada tahun 1904-1908 terdata 155.000 burung cendrawasih terjual pada lelang di London saja, belum termasuk perdagangan di tempat dan tahun yang lain. Tak heran, spesies burung-burung ini menjadi sangat langka sekarang.

Pada 1828, Belanda secara resmi mengklaim Papua sebagai wilayah Hindia Belanda melalui perjanjian dengan Kesultanan Tidore. Namun menjelang akhir abad ke-18, pengaruh monopoli perdagangan rempah VOC menurun seiring kekalahan Belanda oleh Perancis di Eropa. Pedagang Tiongkok dan Bugis mengambil kesempatan ini untuk memperkuat pengaruhnya di wilayah kepala burung. Thomas Forrest, seorang Inggris yang tinggal di Dorei Bay (sekarang Manokwari) mengatakan bahwa Kesultanan Tidore dan Ternate memberikan izin khusus bagi pedagang Tiongkok ini untuk berlayar di perairan Papua. Mereka datang dengan perahu super kargo dari Batavia untuk mengambil hasil bumi yang akan diperdagangkan di Singapura.

Sebuah catatan menarik lainnya ditulis oleh Alfred Russel Wallace dalam buku hariannya yang bertanggal 8 Januari 1857. Wallace yang terkenal karena menciptakan garis yang membagi spesies flora dan fauna Indonesia dalam wilayah geografi Asia dan Australasia, menuliskan apa yang dialaminya di Dobo, Kepulauan Aru, yang terletak di selatan Papua, “Saya berani berkata bahwa dalam komunitas 500 penduduk yang tinggal di Kepulauan Aru, adalah mereka yang mempunyai ‘reputasi paling buruk’ dalam hal moral: pedagang Tionghoa, Bugis, Seram, peranakan budak Jawa-Papua. Populasi heterogen yang acuh, haus darah dan bermental pencuri ini anehnya hidup bersama dengan damai tanpa struktur pemerintahan. Tak ada polisi, tak ada pengadilan, tanpa pengacara; namun demikian mereka tidak saling memotong leher… sangat luar biasa! Saya melihat mereka amat santun. Saya bahkan bisa berjalan-jalan di hutan tanpa senjata. Saya tidur di pondok daun kelapa tanpa khawatir akan ada pencuri dan pembunuh seperti yang saya rasakan di bawah tekanan polisi metropolitan… Para pedagang ini, mengerti bahwa suasana damai diperlukan untuk mendukung perdagangan… Bandingkan dengan ratusan keputusan parlemen yang kita -orang Inggris- keluarkan setiap tahunnya untuk mencegah sesama kita saling membunuh!”

Salah satu Tionghoa Papua terkenal adalah Yorrys Raweyai, politikus Indonesia.

Kunci Tiongkok Maju

TANYA:

MENGAPA TIONGKOK CEPAT SEKALI MENJADI NEGARA MAJU SAMPAI BISA BERSAING DENGAN AMERIKA SERIKAT?

JAWAB:

Saya coba jawab pertanyaan ini. Untuk itu kita perlu mulai dari masa kepemimpinan Mao. Oleh karena Mao lah yang meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi pembangunan Tiongkok, yaitu:

PERTAMA:

Kemandirian dan Kepercayaaan Diri. Tiongkok membangun dibawah tekanan embargo Barat, 1949 - 1975. Ini adalah periode yang penting karena mereka memilih untuk tidak menyerah dan aktif membuat sendiri semua kebutuhannya. Pemerintah menempuh kebijakan Import Substitution Industry - industri dibangun untuk substitusi kebutuhan impor. Ini menjadi pengalaman nasional yang sangat baik untuk mandiri dalam teknologi dan ekonomi sehingga tidak tergantung pada negara lain.

Di bawah pemerintahan Mao, periode 1949 - 1975, pembangunan ekonomi dilakukan dalam visi dan perencanaan jangka panjang dengan meletakan dasar-dasar pembangunan terlebih dahulu, yaitu:

1. Pertanian: difokuskan untuk kemandirian pangan. Pertumbuhan produktivitas pertanian sangat mengesankan sehingga Tiongkok sampai saat ini mampu menyediakan pangan yang cukup bagi 1,4 milyar orang rakyatnya.

2. Pembangunan industri dasar untuk menopang industri manufaktur, misalnya baja, mesin industri, semen, bahan kimia, bahan baku plastik, dll. Sampai saat ini industri dasar Tiongkok mandiri dalam memasok kebutuhan industri manufaktur.

Embargo juga mendorong kemandirian dalam beberapa bidang teknologi lainnya. Sebagai contoh, Tiongkok satu-satunya negara yang di dunia, yang internetnya didominasi oleh perusahaan sendiri. Sekalipun WA, Google, Amazon, tetap dapat diakses dan ada konsumennya tapi sangat kecil. Rakyat Tiongkok lebih suka dengan Baidu, WeChat, Alipay, Alibaba, Youku dsb.

AS juga melarang Tiongkok untuk ikut memanfaatkan International Space Station (ISS). Tiongkok mengambil langkah sendiri untuk mandiri dibidang space exploration. Kini space exploration Tiongkok sangat berkembang dan handal. Bahkan NASA akan memakai China Spacecraft Chang'e 4 untuk misi ke bulan (lihat, SCMP, 16 Januari 2019). Kini Tiongkok termasuk dalam 3 negara di dunia yang memiliki program space exploration yang canggih.

Sementara ISS eksklusif hanya untuk AS dan sekutunya; China Space Station (CSS) terbuka untuk negara lain. United Nations Office for Outer Space Affairs pada tanggal 28 Mei 2018 mengundang mereka yang berminat melakukan eksperimen di China Space Station (CSS) dan sampai saat ini sudah 42 proposal riset masuk dari 27 negara yang mendaftar untuk mengirimkan tim saintisnya melakukan penelitian diluar angkasa. Selain Eropa, misal Austria; juga ada dari dunia ketiga, seperti Iran, Pakistan dsb. Kini space exploration terbuka lebar untuk negara-negara sedang berkembang, bukan hanya untuk AS, Russia dan Eropa.

Embargo ekonomi membuat Tiongkok mandiri, percaya diri dan bangkitnya nasionalisme. Inilah semangat nasional yang mendasari pembangunan Tiongkok selanjutnya.

KEDUA:

Efektifnya Birokrasi Negara. Pada saat Tiongkok berada dibawah tekanan Barat yang jauh lebih kuat. Harapan rakyat Tiongkok terletak pada negara. Oleh karena hanya negara yang kuat dan efektif dapat melindungi dan menyelamatkan rakyatnya. Mao sangat menyadari hal ini sehingga rejimnya sibuk menata ulang dan memperbaiki birokrasi yang ada.

Martin Jacques, peneliti dari London School of Economics Asia Research Centre, mengemukakan bahwa negara Tiongkok adalah negara yang paling efektif, program apapun yang dikemuka kan presiden untuk jalan, pasti berhasil (lihat, Martin Jacques. When China Rules the World: The Rise of the Middle Kingdom and the End of the Western World. Penguin Books Ltd. London, 2009, bab 6 & 7).

Sebagai contoh, pada September tahun 2013 di Kazakhstan, Xi Jinping berkata proyek OBOR akan menghubungkan Tiongkok dan Eropa melalui darat. Pada bulan April 2015, kereta cargo pertama dari Chongqing, Tiongkok tiba di Duisburg, Jerman (corridors/2018/03/15/ince-regular-silk-road-train/?gdpr=accept) Dua tahun kemudian pada tanggal 18 Januari 2017, kereta cargo dari Yiwu, Tiongkok masuk kota London (business-38654176).

Keefektifan birokrasi negara Tiongkok adalah pilar utama yang menopang pembangunan Tiongkok. Inilah faktor utama yang menopang kecepatan Tiongkok dalam memberantas kemiskinan sehingga berhasil membebaskan 800 juta rakyatnya dari kemiskinan dalam waktu 30 tahun. Kemudian mentargetkan hapusnya kemiskinan di Tiongkok tahun 2020.

Program-program pembangunan Tiong kok tidaklah istimewa. Ada banyak negara sedang berkembang telah melakukan program yang sama. Namun dengan hasil yang jauh berbeda. Penyebabnya terletak pada keefektifan birokrasi negara dalam menjalankan program tsb. Tingkat efektifitas inilah yang menyebabkan perbedaan kedalaman dalam memahami permasalahan dan perbedaan dalam pengembangan teknik dan strategi untuk penyelesaian masalah. Semua faktor ini akan berujung pada perbedaan tingkat prestasi, yang diukur pada kecepatan penyelesaian masalah dan kualitas dari hasil yang diperoleh.

KETIGA:

Hapusnya Diskriminasi Jender. Diskriminasi jender dihapuskan oleh Mao sehingga Tiongkok dapat memanfaatkan seluruh (100%) bakat/talenta rakyatnya. Bayangkan saja rata-rata jumlah wanita ditiap negara di dunia ini sekitar 55% dari total pemduduk. Jika negara membangun masih dalam konteks diskriminasi ter hadap wanita maka negara hanya me manfaatkan bakat/talenta dari 45% rakyat nya. Tentu akan tertinggal jauh oleh mereka yang mampu memanfaatkan 100% bakat/talenta rakyatnya.

Keberhasilan Tiongkok dalam penyetaraan jender ini nampak dari tingginya prosentase wanita di posisi manajemen senior. Berdasarkan data Grant Thornton, 51% posisi manajemen senior di Tiongkok dipegang oleh wanita. Ini adalah yang tertinggi di dunia karena di Amerika Utara hanya 21%, Eropa 25%, Turki 30%, India 19%, Latin Amerika, 23% ASEAN 32%, Australia 22% dan rata-rata dunia 24% (Grant Thornton International Business Report 2013, Women in Senior Management: Setting the Stage for Growth).

Keberhasilan pembangunan Tiongkok dapat dilihat sebagai keberhasilan negara melepas enerji seluruh rakyatnya, baik pria maupun wanita. Ini menjelaskan mengapa tiap hari muncul sekitar 12,000 startup baru, tiap minggu ada ribuan produk baru bermunculan di pasar-pasar dan menjamurnya industri rumahan yang memproduksi berbagai produk baru bagi pasar. Semua ini berujung pada kuatnya daya saing komersial Tiongkok di pasar global.

KEEMPAT:

Meratanya pendidikan & pelatihan. Setiap sekolah, kursus, balai latihan kerja dan universitas terbuka bagi seluruh lapisan rakyatnya asal lolos tes. Biaya pendidikan ditanggung negara. Dengan demikian setiap orang, asalkan lolos tes, bisa menempuh pendidikan dan pelatihan. Dengan demikian baik dari segi ilmu pengetahuan yang menopang penelitian maupun ilmu terapan yang menopang pelatihan ketrampilan/skill terbuka penuh untuk dipelajari oleh mereka yang berminat.

Itulah sebabnya Tiongkok kini mendominasi publikasi jurnal ilmiah. Pada tahun 2016 Tiongkok mempublikasikan 426,000 studi atau 18.6% dari Elsevier's Corpus Database sedangkan AS 409,000. (articles/ d41586–018–00927–4). Ditahun yang sama, Tiongkok men dominasi patent 42.8% atau 1,338,503 sedangkan AS hanya 19.4% atau 605,571 patent (patents/).

Dari segi ketrampilan, para buruh Tiongkok memiliki tingkat ketrampilan yang sangat tinggi. Tingkat ketrampilan yang tinggi itu hanya mungkin didapatkan jika mereka (para buruh) juga memiliki ilmu (knowledge) yang matang. Apple membutuhkan 230,000 buruh dengan tingkat ketrampilan yang tinggi untuk merakit IPhone. Ketrampilan ini sangat spesifik, buruh harus memiliki pengetahu an cara kerja smartphone dan trampil me rakit komponennya. Apple hanya butuh " in overnight," untuk merekrut 230,000 buruh yang siap kerja. Mereka hanya butuh overview tentang IPhone dan langsung siap merakit sehingga sangat efisien karena tidak butuh persiapan/pelatihan yang lama. Hal semacam ini tidak mungkin terjadi di negara lain ataupun AS .().

Data di atas menunjukkan dengan jelas dalamnya penguasaan ilmu pengetahuan, ilmu terapan dan ketrampilan yang tinggi di kalangan rakyat Tiongkok. Ini semua hanya mungkin terwujud karena negara berperan aktif memberikan pendidikan dan pelatihan kepada semua warganya, baik kaya maupun miskin. Wajib sekolah ditingkat pendidikan dasar dan menengah, kesempatan untuk melanjut kan ke akademi untuk terapan maupun universitas hingga pelatihan-pelatihan kerja bagi buruh. Tentu dengan ditopang subsidi negara kepada kelompok miskin sehingga semua orang mendapatkan kesempatan. Semua ini tidak mungkin terjadi jika negara menyerahkan pendidikan & pelatihan ke pasar (liberalisasi pendidikan).

Dengan latar belakang semacam ini, pada tahun 1980, Deng Xiaoping meluncurkan reformasi. Deng memperkenalkan pragmatisme kepada rakyat Tiongkok. Semboyannya yang terkenal, "Tidak peduli kucing putih atau hitam, yang penting, efektif menangkap tikus (koruptor)." Selain itu juga Deng mengajak semua untuk fokus membangun ekonomi.

Itu sebabnya, pada saat negara sedang berkembang lainnya sibuk berpolitik, berdebat sosialisme vs kapitalisme, terjebak kedalam konflik antar ras dan agama. Tiongkok sibuk membangun karena mereka dengan pragmatis melihat bahwa saat ini yang perlu digarap adalah ekonomi supaya bebas dari kemiskinan.

Reformasi, keterbukaan, transformasi dan pertumbuhan produktivitas (lihat, Keyu Jin, Forty years after Deng. 18 Des 2018). Adalah 4 faktor yang mendorong lajunya pembangunan Tiongkok. Oleh karena Tiongkok telah memiliki dasar yang kokoh. Keterbukaan, reformasi diberbagai bidang, transformasi menuju ekonomi dengan teknologi yang lebih tinggi dan produktivitas menyebab kan ledakan enerji 1.4 milyar penduduk Tiongkok, mereka berbondong-bondong menjadi pengusaha untuk membanjiri pasar dunia sampai hari ini.

Tiongkok terus melaju dari negara miskin menjadi negara dengan pendapatan menengah dan berhasil melewati "middle income trap." Dari segi teknologi, The World Economic Forum melaporkan pada tahun 2016 Tiongkok memiliki 4.7 juta lulusan ( new graduates) STEM (Science, Technology, Engineering & Mathematics) ini yang tertinggi di dunia; bandingkan AS 568,000, dan Indonesia 206,000 ("Future Tech Dominance-China Outnumbered USA in STEM Grads 8 to 1 and by 2030 15 to 1"  2017/08/future-tech-dominance-china-outnumber-usa-stem-grads-8-to-1-and-by-2030–15-to-1.html) Lulusan STEM adalah mereka yang akan melahirkan terobosan teknologi. Itulah sebabnya lompatan teknologi Tiongkok sangat cepat, 5G, AI, kereta cepat, konstruksi, space exploration, renewable energy, dsb.

Di bawah kepemimpinan Xi Jinping Tiongkok lebih agresif di kancah global. Dengan BRICS, AIIB, dan yang paling berdampak adalah Belt & Road Initiative (BRI). BRI mencakup 70 negara di Asia, Russia, Afrika, Timur Tengah, dan Eropa. Amerika Latin sedang dalam proses untuk bergabung, termasuk Selandia Baru.

Tujuan utama Tiongkok dengan BRI dan pembangunan Afrika - bukan seperti yang dikatakan media Barat kolonisasi ataupun debt trap karena negara yang terjebak hutang akan miskin. Mahathir Mohamad mengatakan dengan tegas, "Kami berdagang dengan Tiongkok selama 2000 tahun lebih dan mereka tidak menjajah atau memperbudak kami. Tapk baru satu tahun kami berdagang dengan Barat, mereka sudah menjajah dan memper budak kami." (Mahathir Mohamad, "I'd Side with Rich China over Fickle US," SCMP, 8 March 2019).

Tiongkok berpikir out-of-box, Tujuan utama Tiongkok adalah membangun pasar yang lucrative. Jadi Tiongkok lebih senang 1.2 milyar penduduk Afrika menjadu kaya raya sehingga akan ter bentuk 600 - 900 juta kelas menengah yang mengkonsumsi produk Tiongkok.

Pada saat 1.4M pasar Tiongkok bergabung dengan 1.2 M pasar Afrika, terbentuklah 2.6 M pasar yang lucrative - bayangkan jika ditambah dengan BRI akan menjadi 5.5 M. Proyek BRI membangun inter-connectivity sehingga akan diperoleh sistem transport asi yang efektif dan efisien, yang me mungkinkan terjadi pengiriman produk secara murah.

Semua faktor diatas yi manufacturing yang efisien, pasar raksasa, sistem transportasi & komunikasi yang efisien, tenaga kerja dengan knowledge & skill yang prima. Semuanya akan berujung pada agglomerasi ekonomi dimana bisnis dan industri serta R&D Centers mengelompok di pusat ekonomi. Karena adanya efisiensi, stabilitas dan akses ke pasar yang besar serta lucrative. Inilah yang sedang dalam proses, inilah yang akan menjadikan Tiongkok sebagai pusat dunia melalui sebuah proses yang tanpa kekerasan.

Kekuatan Tiongkok terletak pada ekonomi nya yang kuat, efisien dan produktif sehingga bisa terus berkembang dengan batas yang belum nampak, seperti dikata kan Kevin Rudd, "Clearly, China is unstopable now," (Kevin Ruud, "China Rise and a New World Order" La Trobe UniversityInclusive Resource Development, Project No. 51713, 26 Oct 2017).

[]

DAVID WIDIHANDOJO, Ph.D