Selasa, 15 Januari 2013

Hati-hati Memilih Tempat Pijat Refleksi


Hati-hati Memilih Tempat Pijat Refleksi



13570633321362185591

Hari ini, saya terhenyak mendengar cerita seorang teman tentang kisahnya yang mendapat pengalaman tidak enak saat memasuki sebuah tempat pijat refleksi di salah satu mall di bilangan Jakarta Selatan.
Tempat pijat refleksi? Iya.. itu lho.. pijat refleksi kaki yang saat ini cukup tersebar di berbagai tempat, antara lain di mall. Hm.. setelah seharian ngiderin mall, pas rasanya jika sejenak kita melepas lelah di tempat pijat refleksi kaki. Selain sehat karena peredaran darah kita menjadi lancar, sekaligus dapat menghilangkan penat dan lelah, karena biasanya saat dipijat refleksi, jika kebetulan mendapat terapis yang pijatnya enak, kita bisa sampai ketiduran lho. Namun justru saat ketiduran itulah kita harus hati-hati. Pasalnya, teman saya sungguh mengalami kejadian yang sangat tidak mengenakan: pelecehan seksual!
Wow.. kok bisa ya, di tempat ramai begitu, terjadi momen pelecehan seksual?
Ya iyalah… bisa saja. Jangankan di tempat pijat refleksi kaki, di angkutan umum saja banyak kok. Nah, khususnya di tempat pijat refleksi kaki, suasana dan tempatnya pun seringkali jauh lebih memungkinkan terjadi pelecehan seksual, seperti yang teman saya alami.
Apalagi, umumnya tempat pijat refleksi kaki, hanya diterangi cahaya temaram (kalau tidak mau disebut remang-remang ya). Belum lagi, biasanya ada tirai penutup yang maksudnya untuk menjaga privacy pelanggan. Nah, cocok banget kan tuh. Sudah ditutup tirai, cahaya temaram, plus seringkali disertai musik instrumental yang mendayu-dayu plus aromatherapy. Kalau lagi lelah, wajar jika kita bisa sampai ketiduran selama 1-1.5 jam kaki kita dipijat refleksi.
Nah, hanya saja, saat ketiduran itulah teman saya –perempuan – mendapatkan pelecehan seksual. Percaya atau tidak, saat ia ketiduran, perlahan ia merasakan seperti ada yang mengelus-ngelus – maaf – kemaluannya. Sontak saja ia terbangun dan seketika itu sekelebat ia melihat tangan si terapis yang kebetulan laki-laki, kembali merefleksi betisnya. Antara percaya atau tidak, kembali ia mengingat-ingat kejadian barusan. Antara mimpi atau kenyataan ya? Entah.. (maklum, ia mengaku setengah sadar karena ketiduran). Saat itu, tanpa berlama-lama lagi ia langsung menyudahi dan tidak menyelesaikan sesi pijat refleksinya sampai tuntas.
Pelajaran yang dapat diambil dari kisah teman saya itu adalah:
  1. Bagi perempuan, pilihlah terapis yang juga perempuan. Begitu pun dengan yang laki-laki. Sebaiknya juga direfleksi dengan terapis laki-laki.

  2. Kalau tidak bisa memilih terapis yang sama jenis kelaminnya dengan kita, sebaiknya saat direfleksi jangan sampai kita ketiduran, untuk mencegah berbagai hal yang tidak diinginkan, termasuk kehilangan barang misalnya. Kejahatan bisa terjadi dimana pun dan kapan pun. Kita yang harus waspada setiap saat.

  3. Tanyakan nama terapis yang merefleksi kita, agar minimal kita tahu identitasnya. Kalau ada apa-apa, kita bisa complain ke pengelola dan dapat jelas menyebutkan nama terapis yang kita complain agar tepat sasaran.

  4. Jika ditempat refleksi ada tirai penutup, usahakan tidak tertutup semuanya. Biarkan ada sedikit celah agar orang luar bisa melihat. Jika perlu, tidak usah ditutup juga tidak mengapa. Toh cuma kaki yang direfleksi.

  5. Pilihlah tempat refleksi yang ramai, minimal tidak sepi, dimana dapat membuka peluang terjadinya berbagai hal yang tidak diinginkan. Jika perlu, pilihlah tempat refleksi yang ada CCTV-nya (ada gak ya?
    )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar